29.7.10

Malesnya jalan kaki di Indonesia

Betul, males bener kayanya orang Indonesia jalan kaki... Di postingan kali ini, saya ingin membaratkan mengutarakan beberapa alasan yang menyebabkan orang-orang Indonesia malas jalan kaki, khususnya di kota Bandung tercinta:
1. Harga kendaraan bermotor
Harga kendaraan bermotor di Indonesia bisa dibilang cukup murah, kalopun gak bisa bayar langsung, kredit 5 tahun juga dilakoni oleh sebagian besar orang Indonesia, terutama untuk motor. Motor yang harganya jauh lebih murah, hemat bahan bakar, serta mampu menyelinap-nyelinap di sela-sela padatnya mobil di jalanan, tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi manusia-manusia Indonesia ini.

2. Angkutan kota
Bagi mereka yang tidak mampu atau tidak mau menaiki kendaraan bermotor, angkutan kota (angkot) jelas menjadi pilihan utama. Harganya "relatif" murah, trayeknya relatif lengkap, selain itu juga kita bisa memberhentikan angkot (hampir) dimanapun kita mau. Lebih jauh, meski OOT, sistem angkutan kota ini adalah salah satu penyebab tidak majunya lalu lintas sebuah negara. Never in any developed country does the government have public transportation that can be stopped anywhere. Tentunya harus diimbangi dengan infrastruktur jalanan yang dapat memuat bis... Gak mau jalan karena gak kuat/males? Naik taksi! Gak mau naik taksi karena harganya mahal? Tinggal aja di rumah!

3. Area pejalan kaki
Sangat sulit, di Bandung, mencari area pejalan kaki yang cukup nyaman. Beberapa tempat yang saya tahu masih cukup layak adalah di belakang ITB (depan kebun binatang) soalnya masih baru juga, jalan Banda (area di depan Yonas). Sisanya, sebagian besar rusak, atau kalau tidak memang tidak ada area pejalan kakinya, atau kalaupun ada area pejalan kakinya dan bagus, udah ada warung/kios nongkrong diatasnya, kalo gak ada kios ada preman-preman lagi nongkrong sambil ngerokok. Bikin tambah males aja jalan kaki.

4. Respek pengemudi
Kecil sekali respek dari para pengemudi terhadap para pejalan kaki, bagi mereka jalanan adalah milik kendaraan. Lampu pejalan kaki sudah merah, maka itulah saatnya pejalan kaki menyingkir atau diklakson terus-terusan. Bahkan di zebra cross yang ada, hampir tidak ada kendaraan yang mau mengerem kendaraannya untuk mempersilakan pejalan kaki lewat. Jelas beda sekali budayanya dengan budaya negara-negara yang begitu menjunjung tinggi pejalan kaki.

5. Belok kiri langsung
Aturan (bego) yang mungkin awalnya maksudnya baik. Saya tidak yakin apakah aturan ini ada juga di kota lain, tapi di Bandung jelas ini jadi aturan umum. Ilustrasinya begini, jika di perempatan ada empat arah kendaraan, sebut saja utara, timur, barat, dan selatan. Di setiap arah, tentunya satu jalur berlampu (menuju titik temu perempatan) dan satu jalur tidak berlampu (dari titik temu perempatan). Ada orang ingin menyeberang di jalur selatan. Andaikan tidak ada "belok kiri langsung" maka dia tinggal menunggu lampu hijau dari arah selatan untuk lurus (menuju utara) dan belok kanan (menuju timur) untuk menyeberangi jalur selatan-tak-berlampu dan menunggu lampu merah dari arah selatan untuk menyeberangi jalur selatan-berlampu. Dengan adanya aturan tersebut, kendaraan dari arah timur akan selalu bisa belok ke arah selatan setiap waktu, sehingga tidak ada satu detikpun waktu di jalur selatan-tak-berlampu dengan orang bisa nyebrang sambil leyeh-leyeh (okey, gak seekstrim itu, but u got the point, no?). Kasus yang sama terjadi di jalur timur, barat, dan utara.

Okey, sekian dulu analisis saya, kita berjumpa di lain kesempatan di waktu dan jam yang berbeda. Maap baru bisa analisis tanpa memberi solusi. Kalo masalah solusi kan ada Bung Foke jagonya, paling mengerti kota Jakarta!!! *sarcasm mode on*

28.7.10

Setahunku...


Akhirnya, resmi sekitar seminggu saya kembali ke tanah air tercinta ini... Pertanyaan-pertanyaan pun berseliweran, apa lagi kalau bukan karena status berkuliah di Eropa, yang notabene mengandung umpan umpan umpan untuk orang-orang pribumi datangi...

Pertanyaan paling umum adalah, "kuliah disana susah ya?" well, saya kuliah di Portugal, orang-orangnya santai, kuliah pun tidak terlalu berat. Tugas-tugas memang ada (dan umumnya baru berdatangan di 3 minggu akhir tiap semester), tapi bagi saya, kuliah di ITB masih lebih sukar kok, selain masalah bahasanya ya. Banyak juga yang bilang "kampusnya top ya?" iya top, untuk level Portugal, dan untuk bidang "Arts  & Humanities". Untuk bidang teknik, sama sekali tidak masuk 500 besar, bandingkan dengan ITB yang masuk peringkat 80 di bidang "Engineering & IT". Meski saya agak bingung juga, bagaimana mungkin ITB bisa masuk top 100, tanpa memandang remeh. Masalahnya, kuliah-kuliah geje yang bertebaran (baca:kuliah dengan materi geje atau nilai geje), dosen yang sibuk dengan proyek, sebagian tugas akhir yang terkesan asal atau copy paste edit, atau itu cuma terjadi di IF aja ya?

Contoh lebih ekstrim sebagai bukti bahwa ITB sebenernya jauh lebih atas adalah, kampus kedua saya, Free University of Bozen-Bolzano. Kampus ini baru berdiri tahun 1997. Masuk 500 besar dunia? Bahkan namanya tidak masuk list di QS Top University, meski di webometrics masih masuk peringkat 1311... Hehehe... Jauh lah di bawah ITB...

Pertanyaan lain, "udah lancar bahasa Portugis dong?" jawabannya adalah belum sama sekali. Maklum, di kelas pakai bahasa Inggris, di asrama, ama mahasiswa lain pake bahasa Inggris, dan lain-lain...

Pertanyaan terakhir, "kenapa pilih Eropa sih awalnya? Emang lebih bagus dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea atau bahkan Singapore?" Kalo dari rangking sih, jelas pilihan yang buruk bagi saya untuk mengambil kuliah di kampus-kampus kelas menengah ke bawah (untuk level dunia), tapi bagi saya yang penting itu programnya dan jalan-jalannya... Masalah program (computational logic), mungkin di tempat lain ada juga. Tapi masalah jalan-jalan... di Amerika, Australia, Jepang, Korea juga bisa kok jalan-jalan, tapi jalan-jalannya di dalam negeri aja, nah di Eropa jalan-jalannya bisa seluas wilayah schengen, asyik kan? :D

Akhirul kata, semua kembali pada pilihan masing2... Maaf udah bingung mau nulis apa lagi

7.7.10

Common Indonesian English...

...mistake

Yeap, saya tidak berencana untuk mempublikasikan Kamus Indonesia-Inggris disini, juga bukan memberitahukan kepada dunia bahwa sekarang selain American, British, dan Australian, ternyata ada juga Indonesian English, tapi postingan ini sedikit memberikan tentang penggunaan bahasa Inggris oleh orang Indonesia yang agak-agak ngaco dikit...

1. "Mister!!"
Entah karena bangsa kita ini terlalu bangga kalo didatengin orang asing atau bagaimana, jika ada bule (cowo), sering ada yang manggil dengan sebutan ini, padahal jelas-jelas salah. Sebutan "Mister" harus diikuti dengan nama orang tersebut, dan gunakan "Sir" jika kita gatau namanya, bahkan menyebut "hey, you!" tampaknya masih lebih berterima di mata mereka.
Kesalahan ini disebabkan dalam bahasa Indonesia, kita sering memanggil (orang yang lebih tua) dengan sebutan "Pak", yang dalam bahasa Inggris jadi "Mr." ini... Kesalahan ini umumnya sering dilakukan oleh orang-orang yang (maaf) tingkat pendidikannya rendah atau sedang dalam masa pembelajaran bahasa Inggris (terus biar gaya, dipakelah bahasa Inggris saat ketemu bule)

2. German.
Tidak ada yang salah dengan "German" sebenernya, karena memang ada artinya. Yang salah adalah penggunaannya. Kesalahan paling umum, biasanya terasa saat percakapan, seperti, "which team will win today, Spain or German?", meskipun orang yang mendengar mengerti maksudnya, tapi tetep aja salah, karena harusnya dalam konteks ini yang bener adalah "Germany".
Kesalahan ini, jelas sekali, disebabkan karena dalam bahasa Indonesia, negaranya adalah Jerman, jadi serasa ribet nambahin -y dibelakangnya, kurang efektif dan makan waktu.

3. Boring.
Sama seperti German, "boring" ini juga bermakna, hanya maknanya sering salah arti. Seringkali kita mendengar (atau membaca) orang Indonesia bilang "I am so boring", "gw boring". Entah mereka ini benar-benar merendah(kan diri) atau bagaimana, tapi jelas, jika dia ingin memaksudkan "saya bosan" harusnya dia bilang "I am bored".
Kesalahan ini, terjadi umumnya karena sewaktu kita kecil, kita diajarkan bahwa -ing adalah bentuk aktif, dan -ed adalah bentuk pasif (atau past tense). Sehingga "boring" pun menjadi kata aktif yang berarti saya sedang bosan (atau semacamnya). Umumnya dilakukan oleh anak-anak muda yang masih dalam tahap pembelajaran bahasa Inggris, tapi belum mendapat pembelajaran secara kaffah :D

Okeey... That's all for today, c ya!