4.4.11

The Power of Procrastination

Procrastination, istilah yang baru saya kenal dari blog, lewat komen Fajri Hanny di postingan ini (maaf, komennya sudah tiada karena saya menggunakan fitur HaloScan yang sekarang sudah tidak gratis lagi).

Procrastination, atau kebiasaan menunda-nunda, adalah sifat yang tercela. Pekerjaan menunda-nunda pekerjaan (funny, eh?) disebut procrastinate, sedangkan orang yang senang menunda-nunda pekerjaan adalah procrastinator, atau dalam bahasa umumnya, deadliner...

Procrastinator memiliki motto "jangan kerjakan hari ini pekerjaan yang bisa dikerjakan esok hari"... Baginya, mengerjakan sesuatu jauh-jauh hari adalah sebuah kesalahan besar, karena fokus untuk mengerjakan hal tersebut pasti tidak begitu tinggi, dibandingkan dengan mengerjakan sesuatu dekat dengan tenggat waktu (atau tenggang waktu?), dengan adrenalin yang tinggi, konsentrasi yang tinggi, dan tingkat stress yang sangat tinggi pula.

Saat diberikan pekerjaan yang penting, maka seorang procrastinator akan memilih mengerjakan hal-hal yang kurang penting atau tidak penting. Pekerjaan penting itu baru akan dikerjakan jika ada pekerjaan yang sangat penting. Sedangkan pekerjaan yang sangat penting akan dikerjakan menjelang deadline. Sebagai contoh, postingan ini, saya sudah menjanjikan akan nge-post blog kepada Amalia Rahmah dan Fajrin Rasyid sejak lebih dari sepekan yang lalu, tapi saya justru "sibuk" bermain game, ngeplurk, dan melakukan kegiatan yang nggak guna. Blog ini baru ditulis setelah saya mulai merasa inilah waktu untuk mengerjakan tesis. Dan jangan salah, di tengah-tengah menulis blog ini, ajakan dari Sherry Bayu untuk bermain boardgame jelas tidak akan saya lewatkan. Di sini terlihat pentingnya prioritas, dan saya melakukan itu dengan baik, meskipun tidak dengan benar :D

Untuk seorang mahasiswa, seorang procrastinator biasanya memiliki sifat yang cukup unik. Misal, terdapat sebuah tugas yang batas waktu (biar gak bingung tenggang vs tenggat) pengumpulan seharusnya 2 hari lagi, kemudian diundur oleh sang dosen yang baik hati menjadi 1 minggu kemudian. Mahasiswa procrastinator mungkin saja merasa kecewa, dengan alasan sudah ada tugas lain ber-deadline minggu depan, sehingga akan sangat sulit baginya untuk mengerjakan beberapa tugas sekaligus menjelang deadline tersebut. Dan ini benar-benar terjadi. Ini kisah nyata! *apa sih, Zak*

Pun saat pemberian tugas oleh sang dosen (atau asisten), bukan apa tugasnya, bagaimana mengerjakannya, atau sesulit apa perkiraan dia tentang tugas yang akan ada di benak seorang procrastinator, yang ada di benaknya hanyalah kapan deadlinenya, dan nantinya 2-3 hari sebelum sang deadline, dia bertanya kepada yang lain tentang tugas yang harus dikerjakan. Disinilah ke-fardhukifayah-an adanya orang yang tidak deadliner.

Dibalik segala keburukan procrastinator, saya pribadi berpendapat procrastination bukanlah sifat terburuk seorang mahasiswa. Walau tingkatannya mungkin di bawah Ngemeng Engineering, akan tetapi masih ada dua hal yang menurut saya pribadi masih lebih rendah daripada procrastination. Yang pertama adalah GB, alias Gaji Buta, dan yang terburuk adalah kebiasaan mencontek.

Akhirul kata, salah seorang rekan saya, bernama Hasanul Hakim pernah berujar, "mendingan deadliner daripada nggak. Kalo nggak deadliner, semua waktu habis buat ngerjain tugas, kalo deadliner, waktu kerja cuma 2-3 hari, sisanya bisa senang". Sekian