tag:blogger.com,1999:blog-305433632024-02-21T01:14:33.052+07:00just little pieces of my lifemengetahui kekurangan dan kemunduran dalam diri...<br>
merupakan sebuah langkah awal untuk maju dan berkembangZakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.comBlogger88125tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-81413674577850885472014-03-02T13:21:00.003+07:002014-03-02T13:23:02.072+07:00Remote Working, How?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="justify">
<span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Udah hampir setahun nggak nge-blog... Terakhir nge-blog saya baru gabung dengan perusahaan startup-nya temen-temen angkatan saya sendiri, who are Zaky, Fajrin, dan Nugroho. Setahun di sini, banyak hal yang saya pelajari, banyak hal yang harus saya akui saya tertinggal.<br /><br />
Belum terlalu lama yang lalu, saya membaca buku berjudul <i>Remote</i>. Pengarangnya adalah pendiri <a href="http://basecamp.com/">Basecamp</a> yang mungkin sudah sangat terkenal. Selain buku itu, ia juga mengarang buku lainnya berjudul <i>Rework</i>, kedua buku itu sangat bagus dan sangat saya rekomendasikan untuk dibaca.<br /><br />
Oke, kembali ke buku <i>Remote</i> ini. Poin-poin yang menarik dari buku tersebut yang saya garisbawahi adalah:
</span><br />
<ul>
<li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Konsep remote yang pernah saya pahami itu salah besar. Remote tidak berarti harus bekerja dari rumah, remote bisa juga dilakukan di kafe, di taman, di perpustakaan atau di manapun yang kita mau. Satu hal yang pasti, bedakan suasana saat sedang kerja remote dengan saat bersantai di rumah. Jangan pernah kerja remote di kasur, di depan TV, ataupun di dapur. Bahkan bukan tidak mungkin remote dilakukan di rumah, tapi dengan menggunakan pakaian yang rapi, jas, dan bersepatu.
</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;"><span style="color: #771111;">Permasalahan utama pekerja remote bukanlah <i>underwork</i>, tapi justru <i>overwork</i>. Ini yang selama ini sering ditakutkan manajer atau bos di perusahaan. Mereka tidak percaya pada karyawan atau bawahannya. Lucunya, kalau dari awal tidak percaya, kenapa mereka harus direkrut?
</span>
</span></li>
<li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Kerja remote justru memperlihatkan siapa yang kerja dengan benar dan siapa yang tidak. Kerja di kantor (on-site) justru bisa dibilang lebih "aman". Datang tepat waktu, pulang tepat waktu, berlaku baik bagi sesama, bersosialisasi sewajarnya, maka bisa dibilang posisi kita cukup aman. Kerja remote benar-benar mengubah konsep kerja seperti itu. Orang yang kerja bagus dan tidak akan lebih mudah terlihat dengan kerja remote itu.
</span></li>
<li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Kerja remote harus diberikan kepada seluruh karyawan (yang mungkin melakukan kerja remote). Jangan hanya berikan <i>privilege</i> tersebut kepada, katakanlah, karyawan senior, manajer, atau orang-orang tertentu. Karena sikap setengah-setengah seperti ini justru merupakan blunder yang luar biasa.
</span></li>
</ul>
<span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">So, untuk para pemilik perusahaan di luar sana, beranikah Anda memperkerjakan karyawan Anda secare remote (full-time)?
</span></div>
</div>
Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-18232553237342813812013-03-29T14:43:00.000+07:002013-03-29T14:51:02.721+07:00Membudayakan kebaikan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;">Sering saat kita mendengar istilah luar negeri, terutama negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Jerman, Prancis, Belanda, atau bahkan Singapura, yang pertama terlintas dalam benak adalah kemajuan teknologi, kemajuan gaya hidup, segalanya serba otomatis, peran manusia dikurangi menjadi sesedikit mungkin, dan lain sebagainya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;">Saya tidak menyalahkan pendapat tersebut, karena mungkin sebagian besar pendapat tersebut benar, hanya saja menurut saya ada satu hal yang lebih perlu dicermati, dan dilaksanakan, untuk menjadi negara yang maju atau setidaknya menjadi negara yang mau maju, yaitu kebiasaan untuk berbuat baik. Ini saya rasakan sendiri dan saya jadi bingung sendiri, bukannya katanya budaya ramah itu budayanya orang timur dan sebaliknya, orang barat dikenal dengan individualismenya? </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;">Ada beberapa hal yang menurut saya pantas untuk dicermati: </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;"><b><br /></b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;"><b>Mengucapkan terima kasih</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;">Sesuatu yang mudah, tapi akan terasa sangat menyejukkan bagi yang menerimanya. Mulai dari hal-hal kecil, misalnya petugas kereta api setelah memeriksa tiket mengucapkan terima kasih, orang dikasih lewat jalan duluan juga mengucapkan terima kasih, atau bahkan orang diberikan pesanan makanan juga mengucapkan terima kasih ke pelayannya, meskipun itu memang tugas si pelayannya. Betapa indahnya jika kita membiasakan mengucapkan terima kasih ke orang lain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="color: #771111;"><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="color: #771111;">Menahankan pintu otomatis</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;">Pintu otomatis yang saya maksud adalah pintu-pintu yang setelah terbuka langsung otomatis tertutup lagi, seperti pintu yang menggunakan per/pegas ataupun pintu lift. Untuk yang kedua mungkin si orang yang mau masuk lift bisa menekan tombol duluan supaya pintunya tidak tertutup, pun kalau tertutup efeknya tidak terlalu buruk. Tapi untuk pintu yang setelah dibuka langsung "memantul" menutup kembali, sungguh cukup mengganggu orang berikutnya yang melewati, karena bebannya lebih berat (apalagi jika dia melewati pintu melawan arah pantulan si pintu), alangkah enaknya jika sang pintu sudah ditahankan orang yang lebih dulu lewat, dan pasti lebih indah jika disambung dengan hal yang saya tulis pertama, orang yang ditahankan langsung mengucapkan terima kasih. Indahnya dunia :)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="color: #771111;"><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="color: #771111;">Berjalan di satu sisi atau membuka jalan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;">Pernah terburu-buru? Bayangkan betapa menjengkelkannya jika kita terburu-buru berjalan menuju bioskop, katakanlah, kemudian masuk mall, sudah ingin berlari saja karena filmnya hampir dimulai, tiba-tiba di depan kita ada 4 orang ngobrol dengan riangnya, ngakak-ngakak, berjalan sangat lambat, dan parahnya, menutup semua area jalan! Kasus yang sama jika kita naik eskalator, dua orang di depan kita berdiri berdampingan, padahal kita terburu-buru. Untuk kasus kedua, di beberapa negara bahkan sudah ada semacam peraturan tidak tertulis, jika naik eskalatornya santai, berdiri, di sisi kiri, jika ingin berjalan di sisi kanan. Kan enak tuh, gak ada yang jadi terlambat nonton bioskop lagi :) </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #771111;">Ya itu aja sih yang saya ingin tuliskan di sini. Kebiasaan-kebiasaan baik itu juga menentukan seberapa majunya suatu negara, karena kebiasaan pribadi dapat membentuk kebiasaan golongan, kebiasaan golongan dapat membentuk kebiasaan masyarakat, dan kebiasaan masyarakat yang telah 'hidup' cukup lama dapat menjadi kebudayaan masyarakat tersebut. Jadi mari membudayakan kebaikan :)
</span></div>
</div>
Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-9323660291465851462012-11-25T11:47:00.001+07:002012-11-25T11:48:01.952+07:00Mushola di Mall Bandung (I)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="justify">
<span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Mushola, atau Mushala, atau Musola, atau Mushalla, yang manapun itu, yang jelas ia adalah tempat solat serupa mesjid dengan ukuran lebih mini. Tidak seperti mesjid, mushola umumnya tidak memiliki gedung tersendiri, itupun karena adanya kebutuhan pengunjung atau pegawai di gedung tempat mushola itu berada untuk menunaikan ibadah shalat.<br /><br />
Pada tulisan ini, saya akan membahas beberapa mushola yang terletak di mall-mall di kota Bandung yang pernah saya kunjungi (mushola-nya, bukan mall-nya), berikut penilaian pribadi dari saya, yaitu lokasi (termasuk kemudahan akses), ukuran (relatif terhadap keramaian tempat), kenyamanan, dan kebersihan. Urutan penulisan ini semata-mata alphabetic-based, bukan berdasarkan keinginan pribadi atau orang lain atau hasil bayaran (kaya bakal ada yang mau bayar aja untuk hal gini). Oke mari kita mulai…<br /><br />
<b>Bandung Electronic Center (BEC)</b><br />
Mushola BEC terletak di basement, di area tempat parkir. Untuk yang perempuan terletak 1 lantai di bawah lantai terdasar toko-toko di BEC, sedangkan untuk yang laki-laki terletak 2 lantai di bawahnya lagi.<br />
</span><br />
<ul>
<li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Lokasi: <b>4.5</b>, awalnya nilainya adalah 5.5, akan tetapi karena untuk mencapai tempat ini harus naik lift (yang hampir selalu penuh) atau jalan kaki (yang sungguh berbahaya karena bersama kendaraan), saya menurunkan nilainya.
</span></li>
<li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Ukuran: Jika semua orang solat sendiri di dalamnya, tempat ini mampu menampung sekitar 20 orang, tapi untuk solat berjamaah, idealnya tempat ini hanya menampung sekitar 16 orang, dengan asumsi ukuran untuk mushola perempuan sama besarnya dan dengan tingginya animo masyarakat di BEC ini, saya beri nilai <b>4.5</b>.
</span></li>
<li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Kenyamanan: <b>3</b>, PANAS, SUMPEK, BERISIK, dan kawan-kawannya. Berhubung ada toilet di dekatnya, saya naikkan nilainya, seharusnya 2.
</span></li>
<li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Kebersihan: Sajadah yang jorok, lantai yang basah, dan area yang kotor (karena di dekatnya banyak mobil berseliweran), saya beri nilai <b>2.5</b> untuk lokasi wudhu dan solat yang terpisah.
</span></li>
<li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Total: <b>3.5</b>
</span></li>
</ul>
<span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;"><br />
<b>Bandung Indah Plaza (BIP)</b><br />
Mushola BIP dahulu terletak di area parkir juga, tapi sekarang sudah dipindahkan ke lantai teratas (lantai 3).
</span><br />
<ul><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">
<li>Lokasi: <b>9.5</b>, letaknya yang di dalam gedung memudahkan untuk hampir semua orang mendatanginya, hanya saja karena ia terletak di lantai puncak (bukan di lantai tengah), saya harus memotong 0.5
</li>
<li>Ukuran: <b>10</b>, seberapapun banyak jamaah solat, saya yakin tidak akan ada sistem kloter akibat harus menunggu di mushola ini.
</li>
<li>Kenyamanan: <b>9.5</b>, suasana yang cukup sejuk walau hanya ditemani kipas angin. Sayangnya ada beberapa nilai minus, yang pertama, area wudhu yang kurang luas, terutama setelah satu studio bioskop selesai penayangannya, antrian dapat menjadi cukup panjang (10-15 orang). Yang kedua, tidak adanya toilet, membuat orang harus ke toilet lain dulu sebelum berwudhu. Nilai bonus lagi untuk adanya petugas mushola yang setia melayani kita setiap saat setiap waktu (berlebihan sih)
</li>
<li>Kebersihan: <b>9.5</b>. Hampir sempurna, kekurangan hanya terdapat di tempat wudhu dan di area lepas/pasang alas kaki.
</li>
<li>Total: <b>9.8</b>
</li>
</span></ul>
<span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">
<br />
<b>Braga City Walk (BCW)</b><br />
Baru kemarin saya ke BCW, jadi masih sangat segar di ingatan. Mushola perempuan terletak di B1, sedangkan mushola laki-laki terletak di B2. Keduanya terletak persis di depan lift.
<ul>
<li>Lokasi: <b>5.5</b>. Saya tidak bisa memberi nilai lokasi tinggi untuk mushola yang berada di basement. Walau begitu, mushola ini cukup mudah dijangkau dengan lift ataupun menggunakan tangga darurat. Nilai minusnya, liftnya terkadang penuh (walau tidak seramai di BEC) dan tangga daruratnya agak kotor.
</li>
<li>Ukuran: <b>8.2</b>. Walau ukurannya kecil (menampung sekitar 20-25 orang per mushola), tetapi berhubung tidak terlalu banyak pengunjung di mall ini, saya berani memberi nilai ini.
</li>
<li>Kenyamanan: <b>8</b>. Selain tempatnya yang agak panas, tidak ada masalah sama sekali. Toilet tersedia dekat, tempat wudhu cukup luas.
</li>
<li>Kebersihan: <b>8</b>. Tidak ada masalah besar pada tempat solat ini, hanya saja bau-bauan asap rokok kadang tercium, berhubung tempatnya yang memang di area yang dibolehkan merokok
</li>
<li>Total: <b>7.5</b>
</li>
</ul>
<br />
Karena tulisan ini sudah cukup panjang sepertinya, saya akan beri penilaian untuk mushola di Ciwalk, Gramedia, PVJ, dan TSM pada tulisan berikutnya :)
</span></div>
</div>
Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-12189206324494710622012-05-12T09:19:00.000+07:002012-05-12T09:20:04.868+07:00Toleransi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="color: #771111; font-size: smaller; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Benar... Toleransi, itulah kata-kata yang sering diajarkan pada kita sejak masih duduk di bangku SD. Bersama rekan-rekannya, seperti gotong-royong, berbakti kepada orang tua, tolong-menolong dalam kebaikan dan kesabaran (caelah), ataupun gemar menabung, kata ini selalu mencekoki pemikiran kita, yang sayangnya tampak kurang efektif.<br /><br />
Bukan, saya bukan hendak berbicara tentang kacaunya negara Indonesia akibat kekurangtoleransian rakyatnya, tapi saya akan berbicara hal lain, keluarga saya.<br /><br />
Sebagai keluarga yang berkepala keluarga anak pertama dan beribu rumah tangga anak pertama juga, tidaklah heran bahwa <strike>kakak tertua saya adalah anak pertama</strike> kami, yaitu saya dan saudara-saudara kandung saya, adalah cucu-cucu tertua di keluarga besar, terutama di keluarga dari ayah saya (di keluarga ibu, ada 2 orang sepupu yang lebih tua dari saya). Sebagai cucu-cucu tertua, kami harus memberi contoh yang baik kepada sepupu-sepupu kami dengan budi pekerti yang luhur. Salah satunya adalah sikap toleransi.<br /><br />
Rupa-rupanya, sikap tersebut ternyata sudah tumbuh dari rumah, dalam hal makan<strike>-dimakan</strike>. Setiap makanan tersaji, entah atas perintah siapa, seenak apapun makanannya, seingin apapun kami memakannya, maka biasanya pasti ada saja 1 atau 2 buah tersisa di piring. Sebagai contoh, ayam bakar, kita semua pasti suka ayam bakar, apalagi kalo pedes-pedes gitu, dinikmati dengan segelas jus jeruk, di bawah sinar matahari yang tidak terlalu menyengat, nyummy nyummy banget pasti. Oke, kembali ke ayam bakar itu, mau sebanyak apapun ayam bakar yang disajikan, pasti ada sisa 1 atau 2 potong yang tidak termakan (yang pada akhirnya akan dimakan juga, tapi beberapa hari setelah dibuat). Saya merasa, ini sikap toleransi yang luar biasa, mungkin dalam benak kami-kami ini "kasihan yang lain mungkin ingin, jadi gak saya makan deh", meski sebenernya adalah "ntar kalo ngabisin disuruh nyuci piringnya, males ah".<br /><br />
Bukan hanya dalam masalah makanan yang diambil, tapi juga makanan yang dimakan, entah kenapa tiap kali makan, pasti rata-rata menyisakan makanan yang enak di akhir, pemikiran bagusnya, "siapa tahu ada yang kepengen, kan saya bisa berbagi", tapi ya, <i>you know lah</i> yang benernya gimana.<br /><br />
Lebih jauh, orang yang rajin bersikap toleransi adalah orang yang toleran. Toleran ini sifat anak yang manis, anak manis jangan dicium, karena kalau dicium, pipinya akan memerah. Sekian.
</span>
</div>
</div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-73174307273271501532012-03-07T08:04:00.000+07:002012-03-07T08:04:16.942+07:00Menabung ayo kita menabung... emas...<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div align="justify"><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Sesuai yang saya janjikan (dua hari yang lalu, di plurk), saya akan menulis hari ini (harusnya dua hari yang lalu)…<br />
<br />
Berhubung pernah ada permintaan untuk menuliskan tentang menabung emas sebagai investasi jangka panjang, maka saya akan menuliskannya deh… <i>Disclaimer: tidak ada proses promosi sama sekali dalam blog ini</i> <br />
<br />
Menabung emas, <strike>sesuatu yang diidam-idamkan semua manusia</strike> tidak seperti menabung uang di bank, perlu pertimbangan yang lebih cermat. Tiada mungkin kita menabung semua harta yang kita miliki dalam bentuk emas, karena tidak bisa diuangkan dengan sangat cepat (meski mungkin bisa diuangkan dengan cepat), tetap perlu ada uang dalam bentuk tabungan di bank atau uang <i>cash</i> yang bisa diambil sewaktu-waktu, dalam jumlah yang cukup (menurut beberapa sumber sih, pastikan ada uang sekitar 20-30% penghasilan bulanan dalam tabungan kita).<br />
<br />
Setelah mengecek-ngecek beberapa tempat yang menjual emas (secara online), akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada dinar yang merupakan emas 4.25 gram 22 karat, di <a href="http://www.geraidinar.com/">geraidinar</a>. Beberapa alasan saya memilih dinar, dan lebih jauhnya, geraidinar, dibandingkan emas adalah:<br />
</span><br />
<ol><li><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Selisih nilai jual dan nilai beli yang masih masuk akal. Emas, dengan variasi massa dari 1 gram sampai 1000 gram, memiliki selisih nilai jual dan beli yang bervariasi pula. Pembelian emas dalam pecahan kecil (1 gram) akan menyebabkan selisih ini cukup besar (bisa sampai 10%), sedangkan pembelian dalam jumlah sangat besar dapat meminimalkan selisih ini (bisa serendah 0.1%). Dinar (di geraidinar) berada di tengah-tengah keduanya, selisih nilai jual dan nilai beli sekitar 4%.</span></li>
<span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">
<li>Biaya cetak. Dari sekitar 10 situs tempat penjualan emas, semuanya memberikan biaya tambahan untuk penjualan emas (atau pembelian, jika dilihat dari sisi konsumen), biaya ini pun akan hilang (tidak dihitung lagi) saat emas itu sudah jadi. Sehingga selisih nilai jual dan nilai beli masih harus ditambahkan oleh biaya cetak ini. Lain halnya dengan geraidinar, dengan biaya cetak akan selalu dimasukkan di nilai dinar itu sendiri.</li>
<li>Keterpusatan. Setelah memutuskan akhirnya memilih dinar <i>instead of</i> emas, saya perhatikan bahwa semua situs penjual dinar ini ujung-ujungnya bermuara ke geraidinar, alias semua dinarnya dibuat di geraidinar juga.</li>
<li>Tingkat kepercayaan. Selain dapat rekomendasi dari teman saya yang menjadi direktur suitmedia (sekaligus penabung di geraidinar juga), pemilik geraidinar ini juga masih merupakan saudara dari mantan direktur suitmedia, yang sekarang menjadi direktur bukalapak.<br />
</li>
<li>Kemudahan (dan keuntungan) menjual (dari sisi konsumen). Menjual emas, walau kabarnya gampang, tetap perlu usaha, yang tiada sedikit (kecuali jika koneksinya sudah banyak mungkin). Menjual dinar di geraidinar (walau saya belum pernah) akan jauh lebih mudah. Tinggal titipkan dinarnya ke geraidinar, maka mereka akan menjual ke calon konsumen berikutnya dengan harga 1% kurang dari nilai jual mereka, sejauh ini saya selalu melihat dinar 1% less (istilah untuk dinar dengan harga 1% kurang ini) laku dalam waktu kurang dari 48 jam. Uang yang akan kita peroleh (sebagai penjual sebenarnya) adalah nilai tengah dinar (jadi pihak geraidinar juga mendapat untung 1%), dan di sinilah letak "keuntungannya", karena kita masih akan memperoleh uang 2% lebih daripada nilai beli emas.</li>
<li>Bagi hasil. Jika kita cukup percaya (termasuk saya), tidak usah ambil dinar kita terlebih dahulu, biarkan pihak geraidinar menyimpannya, lumayan ada bagi hasilnya, walau tidak terlalu besar</li>
</span></ol><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;"> Akan tetapi, dengan segala alasan itu, tetap perlu diperhatikan bahwa menabung dinar (atau emas, pada umumnya) bukanlah tipe menabung cepat (hari ini beli besok jual, bahkan sebaiknya selisih waktu beli dan jual > 1 tahun), jadi ingat-ingat untuk selalu menyimpan uang siap-ambil. Dan satu lagi, menabung emas (atau dinar, pada khususnya, capek ya dibolak-balik segala) jangan dijadikan sumber penghasilan utama, jangan pernah. Tetaplah bekerja (berdagang misalnya), karena umumnya tetap jauh-jauh lebih menguntungkan. Sekian info seputar dinar dan emas ini, semoga berguna :) </span></div></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-11464923604647556102012-01-03T21:30:00.003+07:002012-01-04T00:14:02.584+07:00Have you ever been trapped in a bathroom?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div align="justify"><span style="color: #771111; font-family: Verdana, sans-serif; font-size: x-small;">Not to be proud, but I have… How was the story? First, let's back to Indonesian since my English isn't that good… (if there's anyone want to read the English version [like there is], contact me)<br />
<br />
Jadi begini kejadiannya, kejadian ini terjadi pada tahun 2009 atau 2010 (agak lupa persisnya) di asrama dulu di Portugal. Sebelumnya saya gambarkan sekilas tentang kamar dan kamar mandi di asrama tersebut. Kamar yang saya tempati adalah kamar untuk satu orang, hanya kamar mandinya saja yang <i>shared</i>. Posisi kamar mandinya pun agak aneh (untuk <i>shared bathroom</i>), ia terletak di antara dua kamar penggunanya, jadi kamar mandi tersebut memiliki dua pintu, masing-masing terhubung dengan kamar para penggunanya. Karena sistem kamar mandi yang seperti ini, TIDAK DIMUNGKINKAN mengunci kamar mandi dari dalam, karena itu bisa berbahaya bagi pengguna satu lagi, andaikan saya pengguna A dan saya mengunci pintu yang menghubungkan kamar si pengguna B dan kamar mandi, kemudian saya lupa membuka kuncinya, maka si B tidak akan bisa masuk kamar mandi selama-lamanya! *berlebihan sih*. Akan tetapi, pintu ini bisa dibuka dari kamar masing-masing, supaya sang tetangga tidak bisa masuk kamarnya itu.<br />
<br />
Sistem tersebut <strike>sedikit</strike> banyak membuat agak risih, alasannya simple, sewaktu si A sedang di kamar mandi, bisa saja si B tiba-tiba masuk! Cara yang biasanya saya lakukan untuk "memastikan" bahwa <i>bathroommate</i> (istilah yang jelek kayanya, artinya ambigu pula) saya tidak masuk kamar mandi adalah:<br />
1. Mandi<br />
2. Menyalakan keran wastafel (dilakukan dalam SEMUA kondisi pada saat tidak mandi)<br />
<br />
dan Alhamdulillah, sampai saya selesai menjalani kehidupan di Portugal, tidak pernah rekan di sebelah itu masuk kamar mandi saat saya sedang berada di dalamnya. Lebih jauh, dari sekitar 10 bulan saya di sana, hanya sekitar 2 bulan saja kamar di sebelah saya itu terisi (jadi serasa punya kamar mandi sendiri).<br />
<br />
Oke, kembali ke inti cerita, saat itu kamar mandi sudah serasa milik pribadi, baru 2-3 hari sebelumnya penghuni kamar sebelumnya pergi, dia hanya ke Portugal untuk sebuah training selama seminggu, lumayan tiap ada penghuni baru, kamar mandi pun dibersihkan :D Saat itu, saya berencana cuci tangan dan mandi (baru selesai makan), maka pergilah saya ke kamar mandi *serasa jauh*. Kemudian entah kenapa, saya dengan begonya mengunci pintu kamar saya dan menutup pintu tersebut. MAMPUSLAH SAYA! Namun, karena tangan kotor, saya pun tetap mencuci tangan. Waktu itu yang ada di benak saya adalah "noooo, bisa-bisa harus ngejebol pintu, berapa ya kira-kira harga pintu? bisa-bisa abis ini duit beasiswa" (entah kenapa kepikiran duit aja). Kemudian menyesal karena telah bergembira sang tetangga kamar udah tiada di sana, kan bisa gedor-gedor minta dibukakan pintu kamar mandi olehnya. Huhuhu…<br />
<br />
Kemudian, sebuah ide terpikirkan, ide cemerlang (gak cemerlang-cemerlang banget sih), yaitu mencoba membuka pintu yang menghubungkan ke kamar tetangga, dan ternyata sang pintu tiada terkunci!!! Terima kasih wahai tetangga, meski saya lupa siapa namamu, tapi dimanapun engkau berada, semoga amal engkau diterima! Setelahnya saya pun keluar dari kamar tersebut (sempat kepikiran untuk menggunakan si kamar tetangga jika ada tamu yang datang, kan lumayan kamar gratis :P), menuju satpam di lantai atas tanpa mengenakan alas kaki, menceritakan hal tersebut ke satpam (syukurlah satpam yang ada di sana itu yang bisa bahasa inggris saat itu) dan berhasil kembali ke kamar… Setelah itu benar-benar melanjutkan dengan mandi, sesuai yang direncanakan pada awalnya.<br />
<br />
Malamnya, saya bercerita kepada Héctor, rekan saya di sana, tentang hal itu, dia bilang "it could be worse if you were me, Zakka. I never wear clothes if I want to go taking a bath". Syukurlah saya bukan dia…<br />
<br />
PS: Ada cerita saya kekurung di kamar yang lain waktu di Portugal juga (saya ini waktu di Portugal kok doyan ama ya kekurung :P), tapi di post yang lain aja deh, capek nulisnya…<br />
<br />
PS2: Maaf buat yang udah request isi postingan yang lain, lain kali juga ya :D</span></div></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-23134662017434559562011-10-14T19:01:00.003+07:002012-06-11T06:41:04.463+07:00Keanehan keluarga...<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="color: #771111; font-size: x-small;">Ini adalah cerita nyata tentang suatu keluarga, keluarga yang tidak biasa tapi benar-benar nyata... Yaitu, keluarga saya sendiri... Eh, maksudnya keluarga dari ayah dan ibu saya, yang terdiri dari ayah saya, ibu saya, dan anak-anaknya, termasuk saya, yang paling lucu...<br />
<br />
Beberapa keanehan, mulai dari kurang aneh sampai yang paling aneh adalah sebagai berikut:<br />
<br />
1. Untuk yang ini, khusus untuk kami berempat (saya, kakak-kakak, dan adik), semuanya pergi... ke Eropa untuk melanjutkan S2... Gatau ini aneh ato nggak deh...<br />
<br />
2. Membiasakan diri untuk tidak makan nasi putih di kala sarapan. Ini adalah kebiasaan yang luar biasa anehnya! Berlebihan sih, tapi ya itu... Di kala sebagian besar orang Indonesia menganggap belum makan jika belum makan nasi, kami malah sudah terbiasa dengan makanan non-nasi di kala sarapan, walau kadang-kadang makan nasi, tapi nasi goreng...<br />
<br />
3. Untuk yang nomer ini, khusus untuk kami bertiga (saya dan kakak-kakak saya), karena selain adik saya, yang bisa dibilang agak nyeleneh, semuanya satu selera... Mulai dari musik (lagu-lagu jadul), pakaian (celana panjang non-jeans), bahkan jurusan kuliah (Informatika) pun sama... Beda sekali dengan gaya adik saya yang suka lagu-lagu rock jaman kini, pakaian-pakaian yang gayanya aja terlihat beda, dan jurusan yang juga beda sendiri, yaitu SBM...<br />
<br />
4. Momen wisuda bisa dianggap momen yang biasa-biasa saja... Tidak ada bedol desa untuk menghadiri wisuda anggota keluarga yang lain... Sebagai catatan, satu-satunya wisuda saudara saya yang saya hadiri adalah wisuda <a href="http://happyhabsq.blogspot.com/">kakak kedua saya</a>, itu pun karena saat itu saya bertindak sebagai salah satu panitia wisudaan tersebut :D<br />
<br />
5. Masih menyambung dengan nomer 4, tidak ada foto-foto wisuda... Silakan datang ke rumah (ayah) saya, maka tidak akan Anda dapati satupun foto wisuda! Oh well, ada satu deng, foto ayah saya sewaktu lulus S2, berjabat tangan dengan rektor saat itu, Pak Kusmayanto, tapi that's it! Gak ada lagi...<br />
<br />
6. [UPDATED!] Lagi-lagi yang ini khusus untuk kami bertiga (saya dan kakak-kakak saya). Kami bertiga menikah dengan rekan kuliah, satu ITB, satu fakultas, satu program studi, dan bahkan satu angkatan... Hehehe</span></div>
</div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-79452965887910858742011-06-18T07:17:00.003+07:002011-06-18T07:20:00.454+07:00Annoying Country Personalization Website<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Oke, kali ini saya ingin bercerita, duduk ya semuanya... *caelah*<br />
<br />
Jadi begini ceritanya, berhubung lokasi saya yang sedang tidak di Indonesia, saya jadi sering ngenet... Eh nggak deng, di Indonesia juga sering ngenet... Intinya bukan itu, intinya adalah, dengan berasumsi saya sedang berada di negara XYZ, seringkali saat saya membuka suatu situs, si situs tersebut dengan "pintar"-nya melakukan satu dari dua hal ini:<br />
1. Melakukan redirect ke halaman negara XYZ situs yang bersangkutan<br />
2. Mengganti bahasa isi dengan bahasa negara XYZ<br />
<br />
Sampai di sini, kelihatannya bukan masalah besar, karena saya akan selalu bisa kembali ke situs XYZ berbahasa Inggris, tapi ternyata, tidak oh tidak saudara pemirsa pemirsi permisi saya mau lewat... Situs seperti google menyediakan fitur menyenangkan yang menghilangkan <strike>anoyansi</strike> gangguan tersebut, yaitu dengan <strike>mengeklik</strike>* menuju <a href="http://google.com/ncr">google.com/ncr</a> dan untuk selanjutnya kita akan selalu disuguhkan google berbahasa Inggris... Beberapa situs lainnya menyediakan pilihan untuk mengganti bahasa menjadi bahasa Inggris, tapi sebagian situs yang lain tidak akan membiarkan hal itu terjadi (berlebihan)<br />
<br />
Oke, jadi inti yang ingin saya sampaikan di sini adalah, kembalikan hal pelanggan untuk menuju ke situs berbahasa Inggris!<br />
Sekian dan terima kasih.<br />
<br />
<a name="info"></a>*Menurut aturan bahasa Indonesia, apabila kita menambahkan imbuhan me- terhadap kata yang terdiri atas satu suku kata, maka awalannya harus menjadi menge-</span></div></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-64391692098653808552011-04-04T20:25:00.000+07:002011-04-04T20:25:55.961+07:00The Power of Procrastination<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Procrastination, istilah yang baru saya kenal dari blog, lewat komen Fajri Hanny di postingan <a href="http://zfm86.blogspot.com/2006/07/inikah-salahku-ternoda-dan-malu.html">ini</a> (maaf, komennya sudah tiada karena saya menggunakan fitur HaloScan yang sekarang sudah tidak gratis lagi).<br />
<br />
Procrastination, atau kebiasaan menunda-nunda, adalah sifat yang tercela. Pekerjaan menunda-nunda pekerjaan (funny, eh?) disebut <i>procrastinate</i>, sedangkan orang yang senang menunda-nunda pekerjaan adalah <i>procrastinator</i>, atau dalam bahasa umumnya, <i>deadliner</i>...<br />
<br />
Procrastinator memiliki motto "jangan kerjakan hari ini pekerjaan yang bisa dikerjakan esok hari"... Baginya, mengerjakan sesuatu jauh-jauh hari adalah sebuah kesalahan besar, karena fokus untuk mengerjakan hal tersebut pasti tidak begitu tinggi, dibandingkan dengan mengerjakan sesuatu dekat dengan tenggat waktu (atau tenggang waktu?), dengan adrenalin yang tinggi, konsentrasi yang tinggi, dan tingkat stress yang sangat tinggi pula.<br />
<br />
Saat diberikan pekerjaan yang penting, maka seorang procrastinator akan memilih mengerjakan hal-hal yang kurang penting atau tidak penting. Pekerjaan penting itu baru akan dikerjakan jika ada pekerjaan yang sangat penting. Sedangkan pekerjaan yang sangat penting akan dikerjakan menjelang deadline. Sebagai contoh, postingan ini, saya sudah menjanjikan akan nge-post blog kepada <a href="http://twitter.com/amechan_amecin">Amalia Rahmah</a> dan <a href="http://twitter.com/fajrinrasyid">Fajrin Rasyid</a> sejak lebih dari sepekan yang lalu, tapi saya justru "sibuk" bermain game, ngeplurk, dan melakukan kegiatan yang nggak guna. Blog ini baru ditulis setelah saya mulai merasa inilah waktu untuk mengerjakan tesis. Dan jangan salah, di tengah-tengah menulis blog ini, ajakan dari <a href="http://twitter.com/Nyerbay">Sherry Bayu</a> untuk bermain boardgame jelas tidak akan saya lewatkan. Di sini terlihat pentingnya prioritas, dan saya melakukan itu dengan baik, meskipun tidak dengan benar :D<br />
<br />
Untuk seorang mahasiswa, seorang procrastinator biasanya memiliki sifat yang cukup unik. Misal, terdapat sebuah tugas yang batas waktu (biar gak bingung tenggang vs tenggat) pengumpulan seharusnya 2 hari lagi, kemudian diundur oleh sang dosen yang baik hati menjadi 1 minggu kemudian. Mahasiswa procrastinator mungkin saja merasa kecewa, dengan alasan sudah ada tugas lain ber-deadline minggu depan, sehingga akan sangat sulit baginya untuk mengerjakan beberapa tugas sekaligus menjelang deadline tersebut. Dan ini benar-benar terjadi. Ini kisah nyata! *apa sih, Zak*<br />
<br />
Pun saat pemberian tugas oleh sang dosen (atau asisten), bukan apa tugasnya, bagaimana mengerjakannya, atau sesulit apa perkiraan dia tentang tugas yang akan ada di benak seorang procrastinator, yang ada di benaknya hanyalah kapan deadlinenya, dan nantinya 2-3 hari sebelum sang deadline, dia bertanya kepada yang lain tentang tugas yang harus dikerjakan. Disinilah ke-fardhukifayah-an adanya orang yang tidak deadliner.<br />
<br />
Dibalik segala keburukan procrastinator, saya pribadi berpendapat procrastination bukanlah sifat terburuk seorang mahasiswa. Walau tingkatannya mungkin di bawah <a href="http://www.blogger.com/brahmasta.wordpress.com/2007/01/12/ngemeng-engineering/">Ngemeng Engineering</a>, akan tetapi masih ada dua hal yang menurut saya pribadi masih lebih rendah daripada procrastination. Yang pertama adalah <a href="http://zfm86.blogspot.com/2007/01/seberapa-gb-kah-engkau.html">GB, alias Gaji Buta</a>, dan yang terburuk adalah kebiasaan <a href="http://zfm86.blogspot.com/2008/08/menyontek-tidak-merugikan-orang-lain.html">mencontek</a>.<br />
<br />
Akhirul kata, salah seorang rekan saya, bernama <a href="http://www.blogger.com/twitter.com/hasanizer">Hasanul Hakim</a> pernah berujar, "mendingan deadliner daripada nggak. Kalo nggak deadliner, semua waktu habis buat ngerjain tugas, kalo deadliner, waktu kerja cuma 2-3 hari, sisanya bisa senang". Sekian</span></div></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-51396919168987363012011-03-05T15:45:00.001+07:002011-03-05T15:51:06.941+07:00Sepenggal Kisah Lalu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Kemarin di tengah-tengah pelajaran <i>Knowledge Representation and Ontologies</i>, saat itu sang dosen sedang membahas tentang formalisasi <i>Unified Modeling Language</i> (UML) ke <i>First Order Logic</i>, tiba-tiba pikiran ini melayang ke masa-masa paling indah, masa-masa di sekolah. Pada saat itu saya bertanya-tanya, "kok di kelas malah pikirannya kemana-mana?"<br />
<br />
Oke, itu tidak penting. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba terbayang masa-masa SMP, saat saya masih lugu dan lucu (sekarang udah gak begitu lugu, tapi masih lucu yang jelas). Perlu diketahui, sampai akhir SMP saya <u>benar-benar bertolak belakang</u> dengan jelangkung. Makhluk itu, tidak peduli dengan eksistensinya, (menurut tagline film yang berjudul sama) "datang tak dijemput, pulang tak diantar". Nah, saya sampai selesai SMP masih diantar-jemput oleh supir di rumah.</span><br />
<br />
<span style="color: #333333; font-size: xx-small;">Skip this paragraph, please!!</span><span style="font-size: x-small;"> </span><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Sebelum masuk ke tahap yang lebih jauh, saya akan sedikit membahas terminologi yang saya garis bawahi. Menurut de Morgan's Law, negasi dari konjungsi dua buah proposisi adalah disjungsi dari negasi masing-masing proposisi, atau dalam bahasa matematikanya ~(A^B) = ~AV~B. Pada kasus di paragraf kedua, bentuk negasinya sebenarnya cukup "datang dijemput atau pulang diantar", akan tetapi jika keduanya benar, sebenernya tetap benar, oleh karena itulah saya gunakan frase <u>BENAR-BENAR</u>.<br />
<br />
Kembali ke masalah SMP tadi. Akibat hal tersebut, saat yang paling saya sukai adalah Minggu pagi, karena hari itu ada ekstrakulikuler bulutangkis di sekolah. Selain itu yang "menyenangkan" adalah kebebasan jam pulang karena saya pulang sendiri naik angkot. Hal yang menyenangkan lainnya, selain bulutangkis dan kebebasan waktu pulang, adalah saat diantara keduanya.<br />
<br />
Tiada banyak yang saya (dan teman-teman) lakukan di masa itu. Jajan, jalan-jalan (tidak lama juga), menghirup udara Bandung yang (dulu masih) segar. Tapi entah mengapa, kadang hal-hal kecil dan sederhana seperti itu terasa luar biasa menyenangkannya.<br />
<br />
Dan tadi saat "layangan" pikiran itu kembali ke kelas, barulah kusadari, terasa betapa "menderitanya" kehidupanku saat ini.</span></div></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-84176340748212229642011-03-01T18:24:00.001+07:002011-03-01T19:00:15.879+07:0024, 25, and 26....<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">... adalah batas usia <i>youth</i> di sebagian besar wilayah Eropa. Untuk selanjutnya, istilah <i>youth</i> akan diganti dengan kawula muda.<br />
<br />
Itulah salah satu alasan, jika ingin berkuliah di Eropa dan berjalan-jalan adalah salah satu tujuan sampingan utama (tujuan sampingan yang diutamakan), bersegeralah! Hal ini juga berlaku jika bepergian ke Eropa hanya untuk berjalan-jalan. Alasannya jelas, perusahaan-perusahaan transportasi (umumnya transportasi darat) dan tempat wisata umumnya memberikan harga yang berbeda, lebih murah tentunya, untuk mereka yang masuk kategori ini. Lebih lanjut, jika memang terdaftar sebagai mahasiswa, ada kemungkinan mendapat diskon lebih (atau, mereka yang mendapat diskon hanya mahasiswa yang kawula muda, atau kawula muda yang mahasiswa). Sayangnya hal ini tidak berlaku untuk restoran-restoran atau tempat makan.<br />
<br />
Tidak ada penjelasan mengenai aturan resmi, tiap negara, bahkan tiap tempat bisa memiliki aturan yang berbeda. Mungkin saja untuk masuk bangunan A di kota X, ada diskon untuk mereka yang berusia dibawah 25 tahun, tapi bangunan B di sebelahnya memberi diskon untuk mereka yang berusia dibawah 26 tahun. Atau bangunan C memberi diskon untuk mereka yang berusia dibawah 25 tahun dan mahasiswa, atau mungkin saja bangunan D memberi diskon untuk mereka yang mahasiswa, tidak peduli usianya, atau beberapa aturan yang tidak tercakup disini, seperti, hanya mahasiswa yang berkuliah di Uni-Eropa saja yang mendapat diskon, dan sebagainya.<br />
<br />
Saya sendiri cukup beruntung dalam kasus ini. Sewaktu di Portugal, harga tiket transportasi (bulanan) berbeda untuk mereka yang berusia dibawah 24 tahun DAN berstatus mahasiswa di Portugal (diskon 50%). Sedangkan sekarang di Italia, harga tiket transportasi (tahunan) berbeda untuk mereka yang berusia dibawah 26 tahun DAN berstatus mahasiswa di Italia (harga khusus, 100 euro per tahun untuk seluruh alat transportasi murah dalam satu regional). Andai kasus perpindahan saya dibalik (dari Italia ke Portugal), saya tidak akan mendapatkan kemudahan itu di Portugal tentunya.<br />
<br />
Demikian dan terima kasih.</span></div></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-25459568530978132622011-02-24T21:47:00.000+07:002011-02-24T21:47:32.397+07:00Not so important posting...<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Perjalanan yang kutempuh selama 5 hari ke Lisbon kemarin telah memberikan cukup banyak pelajaran.<br />
<br />
Bukan hanya bahwa tidak semua orang memiliki cara berpikir yang sama terhadap suatu masalah apalagi untuk memahami pandangan yang berbeda tersebut, bukan pula sekadar mengetahui bahwa hidup saya yang hampir satu tahun di wilayah ibukota Portugal tersebut ternyata masih belum cukup untuk mengetahui, apalagi memahami, sejarah kota itu. Bukan pula menyadari bahwa perjalanan Bolzano-Milano membutuhkan waktu lebih lama daripada perjalanan Milano-Lisboa.<br />
<br />
Lebih dari itu semua, menyadari arti penting seorang sahabat dan lebih kepada penjagaan diri, karena sebuah kesalahan "kecil" di masa lalu dapat mengakibatkan luka yang dapat menjadi penyesalan di masa yang akan datang.<br />
<br />
Untukmu, sahabatku, terima kasih untuk maafmu dan pelajaran hidup yang telah kau berikan. Lupakan masa itu dan tataplah masa depan yang, Insya Allah, lebih cerah.</span></div></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-24561302877804953522010-12-16T15:03:00.045+07:002010-12-16T16:35:01.292+07:00"Clean" Programming Check-List<div align="justify"><span style="color: #771111;">Alhamdulillah, masih bisa mempertahankan (at least) one post per month...<br />
<br />
Kali ini, seperti yang tertulis di judul, saya akan sedikit membahas mengenai <i>checklist</i> memprogram, atau dalam bahasa Bu Inge-nya, "Sudah seberapa 'bersih'-kah kamu memprogram?" Saya "berani" membawa topik "kebersihan" program karena, meski ada tulisan tentang <a href="http://www.codinghorror.com/blog/2007/02/why-cant-programmers-program.html">Why can't programmers program</a>, saya cukup yakin bahwa pembaca blog ini terdiri "hanya" dari dua tipe saja:<br />
<ol><li>Teman/saudara/kerabat/handai Taulan (TSKHT) saya</li>
<ul><li>TSKHT saya yang pernah berurusan dengan dunia pemrograman. Anda pasti bisa memprogram!</li>
<li>TSKHT saya yang memang tidak berurusan dengan dunia pemrograman (kayanya sebentar lagi bakal nutup tab ini deh :( )</li>
</ul><li>Orang "lewat"... Jika Anda masuk kategori ini, saya yakin Anda bisa memprogram... Soalnya kalo nggak, gimana caranya bisa nyasar ke blog ini... Wong <a href="http://www.prchecker.info/check_page_rank.php">Page Rank</a>-nya aja cuma 3/10...</li>
</ol><br />
Dengan asumsi demikian, Anda pasti bisa memprogram atau tidak pernah berurusan dengan dunia pemrograman... Oleh karena itu, tidak ada salahnya memeriksa kebersihan kode seseorang yang memprogram (!= programmer). Berikut ini daftar yang "dikeluarkan" oleh Bu Inge dalam memprogram: (dalam kasus ini, saya menggunakan Java)<br />
<br />
<ol><li>Tidak pernah menggunakan break ataupun continue, so instead of doing something like this:<br />
<pre class="brush: java;">int ans = -999;
for(int i = 0; i < strArr.length; i++){
if(strArr[i].equals("elvi")){
ans = i;
break;
}
}</pre>akan jauh lebih baik jika memperbaikinya menjadi begini: <pre class="brush:java;">int ans = -999;
{
boolean found = false;
for(int i = 0; i < strArr.length && !found; i++){
if(strArr[i].equals("elvi")){
ans = i;
found = true;
}
}
}</pre>Ini memang "ujian" paling berat, apalagi dari segi panjangnya kode, kode kedua lebih panjang </li>
<li>Tidak memberi return lebih dari satu di satu fungsi, so instead of doing something like this:<br />
<pre class="brush: java;">if(i == 2)
return i;
return i+1;</pre>akan jauh lebih baik jika memperbaikinya menjadi begini:<br />
<pre class="brush: java;">int ans;
if(i == 2)
ans = i;
else
ans = i+1;
return ans;
</pre>atau untuk memendekkan kodenya, menjadi seperti ini:<br />
<pre class="brush: java;">int ans = i;
if(i != 2)
ans++;
return ans;
</pre></li>
<li>Tidak memberi return di prosedur (void), so instead of doing something like this:<br />
<pre class="brush: java;">public void voidA(int x){
if(x == 2) return;
else {
// do something
}
}</pre>akan jauh lebih baik jika memperbaikinya menjadi begini:<br />
<pre class="brush: java;">public void voidA(int x){
if(x != 2) {
// do something
}
}</pre></li>
<li>Tidak melakukan kesalahan-kesalahan "konyol" memprogram, so instead of doing something like this:<br />
<pre class="brush: java;">int i = 0;
boolean found = false;
while(!found){
// do something
if(/* something happened*/) found = true;
i++;
}
i--;</pre>or this:<br />
<pre class="brush: java;">int i = someFunction();
if(i == 1){
// doing something that doesn't change the value of i
}
if(i == 2){
// doing something
}</pre>akan jauh lebih baik jika bagaimana? Saya serahkan kepada pembaca untuk menjawabnya...<br />
</li>
<li>Tidak cetak-cetek pulpen :D<br />
Karena cetak-cetek bulpen adalah awal dari kegilaan dunia... Hehehe...<br />
</li>
</ol>Mungkin banyak, termasuk saya, terutama yang sudah masuk di dunia "nyata" mempertanyakan pentingnya "kebersihan" dari program, tapi saya sendiri sampai saat ini melihat hal diatas sebagai keindahan pemrograman... Meski sama sekali tidak menutup kemungkinan saya melakukan satu (atau lebih) kesalahan diatas, terutama saat kepepet dikejar <i>deadline</i>(eniwei, istilah yang bener untuk batas akhir pengumpulan (tugas, dkk) adalah deadline bukan dateline)</span><br />
<br />
<span style="color: #771111;">Terakhir... Pesan yang selalu disampaikan oleh Bu Inge kepada anak didiknya "<i>Anakku, jadilah orang waras di dunia yang sudah gila ini</i>"</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-71111848622549308512010-11-27T18:11:00.002+07:002010-11-27T18:13:56.720+07:00Dream on dream on...<div align="justify"><span style="color: #771111; font-size: x-small;"><i>Keep on dreaming</i>, friends...<br />
<br />
Bermimpi memang tidak ada salahnya, masih berkaitan dengan KTT (Khayalan Tingkat Tinggi) (baca juga: <a href="http://zfm86.blogspot.com/2008/12/perusahaan-penerima-pekerja.html">Perusahaan Penerima Pekerja</a> dan <a href="http://zfm86.blogspot.com/2009/04/kehancuran-dunia-it.html">kehancuran dunia IT</a>), kali ini saya memiliki ide lain, terutama berguna untuk orang dengan mobilitas tinggi dan lebih terutama lagi, untuk negara dengan kualitas internet pas-pasan (saya tidak akan menyebutkan contohnya) :D<br />
<br />
Ide yang saya mimpikan ada 2, yang pertama adalah... <b>TRANSFER BANDWIDTH</b>...<br />
<br />
Jadi, meski rekan-rekan sudah bisa membayangkan, saya akan menjelaskan sedikit.. Pada saat dua orang, yang satu kaya bandwidth (A) dan yang lainnya miskin bandwidth (B), sedang online bersama... Nah, si B bisa meminta bandwidth beberapa puluh kilobyte(atau ratus kilobyte, atau beberapa megabyte, atau sesukanya lah, tergantung keinginan dan kesepakatan antara A dan B) kepada si A, dan kemudian dia bisa memanfaatkannya... Andai teknologi ini benar-benar terlaksana, hmmm, mungkin bisa dijadiin lahan bisnis juga tuh, seperti "sedia bandwidth sampai 5 Megabit per second hari ini! langganan bandwidth hanya 100 ribu per bulan", sepertinya seru sekali yaaaa... Ihihihi...<br />
<br />
Permasalahannya adalah, si penerima (B) masih memerlukan bandwidth (sedikit) untuk menerima transfer-an bandwidth dari si pengirim (A). Oleh karena itu, diciptakanlah ide kedua!! (kaya ide itu apa aja, harus diciptakan segala) Ide kedua dari saya ini adalah, <b>BANDWIDTH STORE</b>!!<br />
<br />
Nah yang ini keliatannya jauh jauh lebih asik lagi... Jadi kita bisa menyimpan bandwidth ke dalam suatu drive (hard drive, flash drive, atau mungkin perlu dibuat drive khusus untuk penyimpanan bandwidth). Bahkan di wilayah dengan bandwidth pas-pasan pun, teknologi ini akan sangat membantu. Bayangkan saat kita tidur, kita menyimpan semua bandwidth yang bisa kita peroleh ke dalam drive, kemudian saat kita bangun, tiba-tiba kita mendapati drive kita sudah berisikan bandwidth sebesar 5 GB download dan 1 GB upload... Coba bayangkan jika ini terjadi saat kita mau pulang kampung, yang tidak ada koneksi internet... Kita tetap bisa berselancar di kampung halaman! Jika ide ini benar-benar bisa terealisasikan, sungguh kasian ISP-ISP yang bertebaran di luar sana, sepertinya gak banyak yang masih digunakan di dunia ini... Hwehehehe...<br />
<br />
Andai dua ide ini terwujud, nikmatnya hidup ini... Wawawawawa</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-25860595971949164202010-10-04T21:34:00.000+07:002010-10-04T21:34:28.164+07:00Caparica vs Bolzano<div align="justify"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Walau gabaik membanding-bandingkan, tapi saya tetep pengen bandingin aja, gak untuk menyesal atau terlalu bersenang diri kedepannya, hanya perbandingan biasa saja... Sebelumnya untuk yang tidak tahu dimana itu Caparica dan Bolzano, Caparica itu adalah wilayah suburban Lisbon, jaraknya hanya sekitar 7 km dari ibukota Portugal tersebut, sedangkan Bolzano adalah sebuah kota bilingual di utara Italia, kota besar terdekat dengannya mungkin Milan, yang berada 200 km di tenggara dari Bolzano.<br />
<br />
<b>Iklim</b><br />
Dari segi iklim, Caparica jelas jauh lebih "menggoda" untuk ditinggali... Alasan tidak lain adalah stabilitas (halah) cuaca di sepanjang tahun... Suhu disana (sepanjang satu tahun saya berada) berkisar antara 6-32 derajat celcius, sedangkan di Bolzano sepertinya panasnya mencapai 37-38 dan dinginnya sampai bersalju (yang berarti di bawah 0 derajat celcius)... Sebagai perbandingan, tahun lalu di Caparica suhu udara sampai pertengahan Oktober masih diatas 20 derajat celcius, sedangkan di Bolzano, saat ini (awal Oktober) suhu berkisar 10-17 derajat celcius...<br />
<br />
<b>Biaya hidup</b><br />
Emang gak baik membandingkan biaya hidup (kalo dirupiahin dan dibandingin dengan biaya di Indonesia, atau Bandung pada khususnya). Akan tetapi perbandingan biaya hidup di Bolzano dan Caparica, yang notabene keduanya sama-sama memakai mata uang Euro, pun ternyata cukup terasa... Selain harga tiket bus di Bolzano yang lebih murah, harga barang dan kebutuhan-kebutuhan lainnya di Bolzano berkisar antara 10-80% lebih mahal daripada harga barang yang sama di Caparica. Menurut salah seorang Italia, Bolzano memang kota termahal di Italia, bahkan diatas Roma ataupun Milan biaya hidupnya...<br />
<br />
<b>Komunitas Indonesia, komunitas muslim, makanan halal</b><br />
Untuk tiga hal ini... Bolzano unggul mutlak... Perlu diperhatikan bahwa saya HANYA memperhitungkan keadaan di Caparica vs Bolzano saja, tidak meliputi wilayah sekitarnya seperti Lisbon... Bahkan jika dibandingkan dengan Lisbon, sepertinya komunitas muslim dan makanan halal di Bolzano masih lebih unggul, terutama dalam masalah makanan halal.<br />
<br />
<b>Kampus</b><br />
Tujuan utama pergi "jalan-jalan" ke Eropa kan kuliah, jadi hal ini harus jadi perhatian juga. Dari segi ranking dunia, Universidade Nova de Lisboa (UNL) yang berada di sekitar 500 dunia jelas jauh di atas Freie Universitaet Bozen/Libera Universita di Bolzano/Free University of Bozen-Bolzano (FUB) yang bahkan tidak masuk 1000 besar dunia, tapi buat saya itu bukan masalah utama dalam kehidupan :D<br />
<br />
1. Bahasa: FUB yang merupakan kampus trilingual (Italiano, Deutsch, English) jelas jauh lebih memberikan kehidupan yang nyaman, terutama dalam hal pelayanan, kepada 100% mahasiswanya, mulai dari rektor kampus sampai staf sekretaris hampir semuanya bisa berbicara ketiga bahasa tersebut...<br />
2. Fasilitas: Fasilitas yang paling terlihat luar biasa dari FUB adalah perpustakaannya, yang sangat besar, dibandingkan dengan UNL, jelas UNL kalah telak. Beberapa keunggulan UNL adalah adanya kafe-kafe kecil di hampir setiap bangunannya. Dari segi kantin, lab, dan lain-lain, keduanya bisa dikatakan seimbang lah.<br />
3. Infrastruktur: Ini juga satu lagi keunggulan mutlak dari FUB. Student card disini jelas benar-benar bisa dipakai untuk apapun. Student card ini bisa diisi uang, yang kemudian bisa kita gunakan untuk makan di kantin atau ke unibar, masuk ke kampus, masuk ke ruangan-ruangan tertentu, pinjam buku secara otomatis (gak perlu berkomunikasi dengan pustakawan), melakukan aktivitas seperti nge-print, nge-scan, fotokopi... Semuanya bisa (dan hanya bisa) menggunakan student card ini. Bahkan vending machine saja menggunakan student card, benar-benar dimanjakan, tapi hati-hati student card hilang == siksaan hidup selama beberapa hari (dan denda).<br />
4. Jam buka: Jika melihat jam buka perpustakaan saja, FUB jelas menang karena senin-jumat buka dari jam 8-24 dan hari sabtu buka dari jam 9-17 (serta bisa ada akses 24/7 terutama bagi mahasiswa yang mengejar pengerjaan tesisnya, dengan izin terlebih dahulu), UNL hanya buka dari 9-19, itu pun hanya hari senin-jumat saja. Tapi jika melihat jam buka kampusnya, FUB kalah karena hari minggu umumnya tutup (nasib kampus yang hanya berupa bangunan doang, bukan kompleks yang luas), sedangkan UNL selalu buka.<br />
<br />
<b>Area wisata</b><br />
Kalo soal yang ini... susah dikatakan... Jika perbandingannya hanya kota Caparica vs kota Bolzano... Bolzano unggul karena banyak pegunungan yang bisa dikunjungi (dan dipanjat). Tetapi meluas sedikit, Caparica unggul karena dekat dengan Lisbon yang penuh dengan bangunan-bangunan bersejarah yang eksotis (halah). Tetapi meluas dikit lagi (30 menit - 3 jam perjalanan darat), pertandingan mungkin menjadi lebih seimbang... Caparica mendapat "dukungan" dari, bisa dibilang, semua wilayah Portugal (maklum Portugal negara kecil), sedangkan Bolzano meliputi kota seperti Milan yang berada di negeri sendiri, ataupun "sokongan" negara sebelah seperti Innsbruck (Austria) dan Muenchen (Jerman).<br />
<br />
<b>Kemungkinan berkunjung ke tempat kakak</b><br />
Hahahaha... Ini jelas menjadi topik yang sangat PENTING! Okey, dalam hal ini... Kalo cuma dilihat dari segi waktu, mungkin Caparica sedikit lebih unggul... Mengingat hanya butuh 45 menit ke bandara dan 3 jam menuju bandara Koeln/Bonn serta 30 menit ke tempat kakak saya yang pertama... Kasusnya tidak akan jauh berbeda untuk menuju Rotterdam (sepertinya). Sedangkan dari Bolzano ada 2 kemungkinan, menggunakan pesawat berarti perlu ke Milan dulu yang membutuhkan waktu sekitar 3 jam, kemudian pesawat ke Koeln/Bonn (jika ada, mungkin sekitar 1 jam), dan seterusnya. Kemungkinan lainnya adalah menggunakan kereta yang membutuhkan waktu sekitar 9 jam.<br />
<br />
Akan tetapi, jika memperhitungkan harga yang yang harus dibayar, Bolzano gantian memimpin karena biaya satu perjalanan (dengan kereta) "hanya" sekitar 40-60 euro, sedangkan dari Caparica membutuhkan setidaknya 80-90 euro...<br />
<br />
Okey, sekian dulu perbandingan dua kota tempat saya menuntut ilmu masing-masing 1 tahun (amiiin, semoga tesis cepat kelar), semoga dimanapun saya berada, saya bisa menikmati setiap detik yang saya lewati... Amiiiiiiiiiiin...</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-72322818711580236802010-08-31T15:06:00.000+07:002010-08-31T15:06:54.723+07:00Ternyata....<div align="justify"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Hampir satu setengah bulan sudah saya menginjakkan kaki di bumi Indonesia <strike>tercinta</strike> ini. Satu hal yang saya rasakan, pikiran saya banyak sekali tercurahkan di berita-berita jelek yang hadir setiap waktunya. Kasus kedaulatan NKRI, kasus senior paskibraka yang anonoh, kasus pembunuhan maling helm oleh polisi, penyiksaan pengendara motor yang mengingatkan polisi karena ber-sms selama mengendarai motor, sampai yang terbaru ini, penembakan nelayan oleh polisi untuk melindungi pihak pemodal.<br />
<br />
Berita yang terakhir ini membuat hati ini sangat miris, bagaimana tidak, kita merasa kedaulatan kita sedemikian terinjak-injaknya karena polisi Malaysia yang 'melindungi' warganya dengan melakukan penangkapan warga negara asing (dengan cara yang salah) telah dianggap menodai kedaulatan negara ini. Tapi justru di dalam negeri, polisi Indonesia 'melindungi' warga negara asing dengan cara mengorbankan warga negaranya sendiri, bukan sekadar ditangkap, tapi langsung ditembak mati. "Luar biasa" sekali, dan kita masih menganggap apa yang dilakukan polisi Malaysia itu cukup gila, bahkan melempari kedutaan Malaysia dengan kotoran...<br />
<br />
Memang 'kejahatan' sudah benar-benar mengakar ke segala pelosok negeri ini. Termasuk tadi. Tadi saya berbelanja buku di Palasari, karena saya tahu, diskon di Palasari terkenal paling besar di seantero Bandung ini, apalagi jumlah buku yang saya beli cukup banyak. Untungnya saya sudah mencatat buku-buku apa saja yang mau saya beli, sebagian saya baca resensinya di internet dan karena masuk 'best seller'-nya Gramedia, dan juga harga buku-buku tersebut di Gramedia (yang setahu saya, tanpa diskon).<br />
<br />
Sewaktu membeli buku-buku tersebut, saya melihat harga-harga yang ditulis oleh penjual disana di bon, kemudian dia memberi diskon 25%, yang sudah lumayan besar. Sebelum membayar, karena saya punya daftar harga di Gramedia-nya, saya bisa membandingkan harga 'tanpa diskon' Gramedia dengan harga 'tanpa diskon' di Palasari, dan ternyata saudara pemirsa, harga di Palasari sudah dinaikkan terlebih dahulu oleh sang pedagang! Sehingga jika dihitung-hitung, diskon yang kami (saya ke Palasari bersama ibu saya) hanya sekitar 5-10%. Saya pun protes kepada sang pedagang dan mengatakan kepadanya daftar harga di Gramedia untuk buku-buku tersebut. Pedagang tersebut pun berkilah bahwa buku-buku di Gramedia sebagian sudah didiskon, yang saya yakin adalah suatu kebohongan. Akhirnya saya meminta harga buku-buku tersebut dihitung ulang dengan harga dasar = harga di Gramedia.<br />
<br />
Saya sama sekali tidak menyangka, bahkan Palasari, yang terkenal dengan kemurahan harganya, ternyata melakukan kecurangan semacam ini. Saya kira kecurangan penaikan harga sebelum diskon hanya dilakukan oleh supermarket-supermarket yang mengatakan "Diskon 50%", padahal harga si barang sudah dinaikkan hampir 2x lipat terlebih dahulu, sehingga diskon sebenarnya menjadi sangat kecil.<br />
<br />
Akhirul kata, jika Anda semua berminat membeli buku di Palasari, ada baiknya mengecek 'harga asli'-nya di toko buku seperti Gramedia, Gunung Agung, atau semacamnya, sehingga menghindarkan dari kasus penipuan seperti ini. Memang ada-ada saja cara orang Indonesia untuk menipu orang lain, segala cara pun dihalalkan.</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-51705186503645029292010-08-11T07:38:00.001+07:002010-08-11T07:42:15.859+07:00Cara mudah meraih beasiswa...<span style="font-size: x-small;"></span><br />
<div align="justify"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Sebelum kita masuk ke bagian intinya, saya akan memberikan sedikit pencerahan, supaya pembaca tidak salah tangkap maksud beasiswa disini. Jadi saya akan jelaskan dulu, baru pertanyaan utamanya akan dijawab belakangan.<br />
<br />
Okey, beasiswa itu terdiri dari berbagai macam... Dilihat dari jenisnya, beasiswa umumnya dibagi menjadi beasiswa ekonomi lemah dan beasiswa prestasi. Cukup jelas bahwa untuk mendapatkan beasiswa ekonomi lemah, harus ada bukti ekonomi bahwa yang bersangkutan tidak dapat menjalani kuliah tanpa memperoleh bantuan, sedangkan beasiswa prestasi sendiri tentunya dibuktikan dari prestasi-prestasinya terdahulu dari si calon penerima beasiswa. Dilihat dari besarnya, beasiswa dapat terbagi dua, yaitu beasiswa parsial dan beasiswa total. Saya sendiri lebih cenderung mengklasifikannya demikian, beasiswa dianggap beasiswa total jika sang penerima beasiswa (secara normal) tidak perlu menyediakan uang lagi sama sekali untuk kebutuhan hidupnya selama masa beasiswa. Jadi beasiswa kuliah-gratis serta beasiswa uang dengan jumlah yang lumayan tapi masih memerlukan uang tambahan dari si penerima beasiswa saya kategorikan sebagai beasiswa parsial.<br />
<br />
Terakhir, berdasarkan lingkupnya, saya membagi beasiswa menjadi tiga, yaitu beasiswa lokal, beasiswa nasional, dan beasiswa internasional. Beasiswa lokal adalah beasiswa yang diberikan suatu instansi hanya kepada orang-orang di dalam instansi tersebut. Beasiswa nasional adalah beasiswa dari suatu instansi kepada orang-orang dalam lingkup yang lebih luas, umumnya kepada orang-orang di negara yang sama dengan negara si instansi, dan dapat dipergunakan di negara tersebut. Sedangkan beasiswa internasional, pemberinya bisa dari mana saja, penerimanya bisa dari mana saja, dan penggunaannya di luar negara sang penerima beasiswa.<br />
<br />
Okey, sekian untuk penjelasan singkat seputar beasiswa. Beasiswa yang saya terima, Erasmus Mundus (EM), secara jenis sendiri bisa dikategorikan beasiswa ekonomi lemah + beasiswa prestasi, meski mungkin sang pemberi beasiswa lebih menekankan pada beasiswa prestasi. Saya sendiri menambahkan ekonomi lemah di beasiswa ini karena umumnya, sebagian orang tidak bisa mengikuti perkuliahan program EM ini (yang berlangsung di setidaknya 2 negara eropa) tanpa pemberian beasiswa. Dari besarnya, beasiswa ini tergolong beasiswa total, sedangkan lingkupnya adalah beasiswa internasional.<br />
<br />
Karena beasiswa yang saya terima adalah EM ini, saya akan menspesifikkan judul blog ini menjadi "cara mudah meraih beasiswa EM", supaya saya tidak terkesan ngasal tahu beasiswa yang lain (karena ada ratusan atau bahkan ribuan beasiswa di dunia). Dengan menulis ini saja, saya khawatir sudah agak sok tahu karena setiap program EM memiliki syarat, ketentuan, serta aturan penilaian yang berbeda-beda. <br />
<br />
Oke, langsung masuk ke inti masalah. Bagaimana cara mudah meraih beasiswa Erasmus Mundus? Jawabannya adalah.... TIDAK ADA.... Hahahaha, kasian sekali Anda semua para pembaca yang membaca tulisan ini dan benar-benar serius merasa ada cara mudah meraih beasiswa. Tidak pernah ada yang mudah dalam persaingan memperebutkan beasiswa, semua harus diperjuangkan, sejak pencarian beasiswa, biaya-biaya yang diperlukan untuk aplikasi beasiswa, biaya-biaya untuk tes bahasa asing, dan lain-lain...<br />
<br />
Tulisan ini sebenarnya saya maksudkan untuk menyindir orang-orang yang maunya "disuapin" terus... Silahkan buka <a href="http://emundus.wordpress.com/">situs ini</a>, perhatikan berapa banyak pengunjung yang datang dan hanya bertanya "saya mahasiswa jurusan xyz, ada beasiswa Erasmus Mundusnya gak?" atau "kalo ada info pembukaan beasiswa tolong kasih tau yaa!", bahkan sampai "saya mahasiswa terbaik jurusan abc universitas abcdef, ada jurusan yang sesuai buat saya gak?" Fuuuh, saya sampai heran, ini orang bener-bener mahasiswa terbaik gak sih... Padahal jelas-jelas di tulisan atasnya sudah ada "LANGKAH SINGKAT MENDAFTAR ERASMUS MUNDUS (EMMC dan EMJD)" yang seharusnya sudah lebih dari cukup. Kalau untuk mencari beasiswanya saja tidak ada usaha, gimana mau dapetin beasiswanya...<br />
<br />
Okey, sekian dari saya, sampai jumpa di lain kesempatan! :) Happy Ramadhan bagi yang menjalankan ibadah Ramadhan :)</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-29764713471587253202010-07-29T21:00:00.002+07:002010-07-29T21:00:44.346+07:00Malesnya jalan kaki di Indonesia<span style="font-size: x-small;"></span><div align="justify"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Betul, males bener kayanya orang Indonesia jalan kaki... Di postingan kali ini, saya ingin <strike>membaratkan</strike> mengutarakan beberapa alasan yang menyebabkan orang-orang Indonesia malas jalan kaki, khususnya di kota Bandung tercinta:<br />
1. Harga kendaraan bermotor<br />
Harga kendaraan bermotor di Indonesia bisa dibilang cukup murah, kalopun gak bisa bayar langsung, kredit 5 tahun juga dilakoni oleh sebagian besar orang Indonesia, terutama untuk motor. Motor yang harganya jauh lebih murah, hemat bahan bakar, serta mampu menyelinap-nyelinap di sela-sela padatnya mobil di jalanan, tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi manusia-manusia Indonesia ini.<br />
<br />
2. Angkutan kota<br />
Bagi mereka yang tidak mampu atau tidak mau menaiki kendaraan bermotor, angkutan kota (angkot) jelas menjadi pilihan utama. Harganya "relatif" murah, trayeknya relatif lengkap, selain itu juga kita bisa memberhentikan angkot (hampir) dimanapun kita mau. Lebih jauh, meski OOT, sistem angkutan kota ini adalah salah satu penyebab tidak majunya lalu lintas sebuah negara. <i>Never in any developed country does the government have public transportation that can be stopped anywhere</i>. Tentunya harus diimbangi dengan infrastruktur jalanan yang dapat memuat bis... Gak mau jalan karena gak kuat/males? Naik taksi! Gak mau naik taksi karena harganya mahal? Tinggal aja di rumah!<br />
<br />
3. Area pejalan kaki<br />
Sangat sulit, di Bandung, mencari area pejalan kaki yang cukup nyaman. Beberapa tempat yang saya tahu masih cukup layak adalah di belakang ITB (depan kebun binatang) soalnya masih baru juga, jalan Banda (area di depan Yonas). Sisanya, sebagian besar rusak, atau kalau tidak memang tidak ada area pejalan kakinya, atau kalaupun ada area pejalan kakinya dan bagus, udah ada warung/kios nongkrong diatasnya, kalo gak ada kios ada preman-preman lagi nongkrong sambil ngerokok. Bikin tambah males aja jalan kaki.<br />
<br />
4. Respek pengemudi<br />
Kecil sekali respek dari para pengemudi terhadap para pejalan kaki, bagi mereka jalanan adalah milik kendaraan. Lampu pejalan kaki sudah merah, maka itulah saatnya pejalan kaki menyingkir atau diklakson terus-terusan. Bahkan di zebra cross yang ada, hampir tidak ada kendaraan yang mau mengerem kendaraannya untuk mempersilakan pejalan kaki lewat. Jelas beda sekali budayanya dengan budaya negara-negara yang begitu menjunjung tinggi pejalan kaki.<br />
<br />
5. Belok kiri langsung<br />
Aturan (bego) yang mungkin awalnya maksudnya baik. Saya tidak yakin apakah aturan ini ada juga di kota lain, tapi di Bandung jelas ini jadi aturan umum. Ilustrasinya begini, jika di perempatan ada empat arah kendaraan, sebut saja utara, timur, barat, dan selatan. Di setiap arah, tentunya satu jalur berlampu (menuju titik temu perempatan) dan satu jalur tidak berlampu (dari titik temu perempatan). Ada orang ingin menyeberang di jalur selatan. Andaikan tidak ada "belok kiri langsung" maka dia tinggal menunggu lampu hijau dari arah selatan untuk lurus (menuju utara) dan belok kanan (menuju timur) untuk menyeberangi jalur selatan-tak-berlampu dan menunggu lampu merah dari arah selatan untuk menyeberangi jalur selatan-berlampu. Dengan adanya aturan tersebut, kendaraan dari arah timur akan selalu bisa belok ke arah selatan setiap waktu, sehingga tidak ada satu detikpun waktu di jalur selatan-tak-berlampu dengan orang bisa nyebrang sambil leyeh-leyeh (okey, gak seekstrim itu, but u got the point, no?). Kasus yang sama terjadi di jalur timur, barat, dan utara.<br />
<br />
Okey, sekian dulu analisis saya, kita berjumpa di lain kesempatan di waktu dan jam yang berbeda. Maap baru bisa analisis tanpa memberi solusi. Kalo masalah solusi kan ada Bung Foke jagonya, paling mengerti kota Jakarta!!! *sarcasm mode on*</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-14003293032251921672010-07-28T18:40:00.001+07:002010-07-28T18:58:57.535+07:00Setahunku...<span style="font-size: x-small;"></span><br />
<div align="justify"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Akhirnya, resmi sekitar seminggu saya kembali ke tanah air tercinta ini... Pertanyaan-pertanyaan pun berseliweran, apa lagi kalau bukan karena status berkuliah di Eropa, yang notabene mengandung umpan umpan umpan untuk orang-orang pribumi datangi...<br />
<br />
Pertanyaan paling umum adalah, "kuliah disana susah ya?" well, saya kuliah di Portugal, orang-orangnya santai, kuliah pun tidak terlalu berat. Tugas-tugas memang ada (dan umumnya baru berdatangan di 3 minggu akhir tiap semester), tapi bagi saya, kuliah di ITB masih lebih sukar kok, selain masalah bahasanya ya. Banyak juga yang bilang "kampusnya top ya?" iya top, untuk level Portugal, dan untuk <a href="http://www.topuniversities.com/university/461">bidang "Arts & Humanities"</a>. Untuk bidang teknik, sama sekali tidak masuk 500 besar, bandingkan dengan ITB yang masuk <a href="http://www.topuniversities.com/university/40/bandunginstitutetechnology">peringkat 80 di bidang "Engineering & IT"</a>. Meski saya agak bingung juga, bagaimana mungkin ITB bisa masuk top 100, tanpa memandang remeh. Masalahnya, kuliah-kuliah geje yang bertebaran (baca:kuliah dengan materi geje atau nilai geje), dosen yang sibuk dengan proyek, sebagian tugas akhir yang terkesan asal atau <i>copy paste edit</i>, atau itu cuma terjadi di IF aja ya?<br />
<br />
Contoh lebih ekstrim sebagai bukti bahwa ITB sebenernya jauh lebih atas adalah, kampus kedua saya, Free University of Bozen-Bolzano. Kampus ini baru berdiri tahun 1997. Masuk 500 besar dunia? Bahkan namanya tidak masuk list di QS Top University, meski di <a href="http://www.webometrics.info/rank_by_country.asp?country=it">webometrics</a> masih masuk peringkat 1311... Hehehe... Jauh lah di bawah ITB...<br />
<br />
Pertanyaan lain, "udah lancar bahasa Portugis dong?" jawabannya adalah belum sama sekali. Maklum, di kelas pakai bahasa Inggris, di asrama, ama mahasiswa lain pake bahasa Inggris, dan lain-lain...<br />
<br />
Pertanyaan terakhir, "kenapa pilih Eropa sih awalnya? Emang lebih bagus dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea atau bahkan Singapore?" Kalo dari rangking sih, jelas pilihan yang buruk bagi saya untuk mengambil kuliah di kampus-kampus kelas menengah ke bawah (untuk level dunia), tapi bagi saya yang penting itu programnya dan jalan-jalannya... Masalah program (computational logic), mungkin di tempat lain ada juga. Tapi masalah jalan-jalan... di Amerika, Australia, Jepang, Korea juga bisa kok jalan-jalan, tapi jalan-jalannya di dalam negeri aja, nah di Eropa jalan-jalannya bisa seluas <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Schengen_area">wilayah schengen</a>, asyik kan? :D<br />
<br />
Akhirul kata, semua kembali pada pilihan masing2... <span style="font-size: xx-small;"><i>Maaf udah bingung mau nulis apa lagi</i></span></span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-10514413708518044062010-07-07T15:45:00.004+07:002010-07-07T18:27:06.780+07:00Common Indonesian English...<div align="justify"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">...mistake<br />
<br />
Yeap, saya tidak berencana untuk mempublikasikan <a href="http://www.amazon.com/Kamus-Indonesia-Inggris-Indonesian-English-Dictionary/dp/9794037540">Kamus Indonesia-Inggris</a> disini, juga bukan memberitahukan kepada dunia bahwa sekarang selain American, British, dan Australian, ternyata ada juga Indonesian English, tapi postingan ini sedikit memberikan tentang penggunaan bahasa Inggris oleh orang Indonesia yang agak-agak ngaco dikit...<br />
<br />
1. "Mister!!"<br />
Entah karena bangsa kita ini terlalu bangga kalo didatengin orang asing atau bagaimana, jika ada bule (cowo), sering ada yang manggil dengan sebutan ini, padahal jelas-jelas salah. Sebutan "Mister" harus diikuti dengan nama orang tersebut, dan gunakan "Sir" jika kita gatau namanya, bahkan menyebut "hey, you!" tampaknya masih lebih berterima di mata mereka.<br />
Kesalahan ini disebabkan dalam bahasa Indonesia, kita sering memanggil (orang yang lebih tua) dengan sebutan "Pak", yang dalam bahasa Inggris jadi "Mr." ini... Kesalahan ini umumnya sering dilakukan oleh orang-orang yang (maaf) tingkat pendidikannya rendah atau sedang dalam masa pembelajaran bahasa Inggris (terus biar gaya, dipakelah bahasa Inggris saat ketemu bule)<br />
<br />
2. German.<br />
Tidak ada yang salah dengan "German" sebenernya, karena memang ada artinya. Yang salah adalah penggunaannya. Kesalahan paling umum, biasanya terasa saat percakapan, seperti, "which team will win today, Spain or German?", meskipun orang yang mendengar mengerti maksudnya, tapi tetep aja salah, karena harusnya dalam konteks ini yang bener adalah "Germany".<br />
Kesalahan ini, jelas sekali, disebabkan karena dalam bahasa Indonesia, negaranya adalah Jerman, jadi serasa ribet nambahin -y dibelakangnya, kurang efektif dan makan waktu.<br />
<br />
3. Boring.<br />
Sama seperti German, "boring" ini juga bermakna, hanya maknanya sering salah arti. Seringkali kita mendengar (atau membaca) orang Indonesia bilang "I am so boring", "gw boring". Entah mereka ini benar-benar merendah(kan diri) atau bagaimana, tapi jelas, jika dia ingin memaksudkan "saya bosan" harusnya dia bilang "I am bored".<br />
Kesalahan ini, terjadi umumnya karena sewaktu kita kecil, kita diajarkan bahwa -ing adalah bentuk aktif, dan -ed adalah bentuk pasif (atau past tense). Sehingga "boring" pun menjadi kata aktif yang berarti saya sedang bosan (atau semacamnya). Umumnya dilakukan oleh anak-anak muda yang masih dalam tahap pembelajaran bahasa Inggris, tapi belum mendapat pembelajaran secara kaffah :D<br />
<br />
Okeey... That's all for today, c ya!<br />
</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-78954276219873176502010-06-27T20:22:00.005+07:002010-07-07T18:27:18.784+07:00Kembali nge-blog<div align="justify"><span style="color: #771111; font-size: x-small;">Halo, saya kembali lagi ngeblog loh, setelah 6 bulan pasif, gara2 komen di haloscan ilang, dan saya gamau banget buang2 duit cuma buat dapetin isi komen2 tersebut...<br />
<br />
Anyway sekarang blog saya tampilannya lebih bagus. Itu aja deh... Semoga saya bisa <i>istiqamah</i> blogging... Halah<br />
</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-62513168667882299232009-12-11T04:27:00.002+07:002009-12-11T04:30:08.074+07:00Hidup di Portugal (Part II)<div align="justify"><span style="color: rgb(119, 17, 17);font-size:85%;" >Postingan ini adalah edisi kedua dari cerita kehidupan (saya) di Portugal... Edisi sebelumnya bisa dilihat di <a href="http://zfm86.blogspot.com/2009/11/hidup-di-Portugal-part-i.html">sini</a>...<br /><br /><b>Komunikasi</b><br /><br />Mau tidak mau, suka tidak suka, harus diakui ini adalah salah satu masalah terbesar kehidupan di luar negeri, terutama jika kita tidak menguasai bahasa penduduknya, ditambah lagi dengan kondisi bahwa sebagian besar penduduknya tidak menguasai bahasa Inggris. Awalnya semangat saya untuk mencoba belajar bahasa portugis cukup tinggi, supaya setidaknya bisa berkomunikasi dengan cukup lancar, dengan mengikuti kursus (yang bisa dianggap kuliah juga, soalnya ada kredit kuliahnya juga) di Lisbon sana. Waktu demi waktu berlalu, semangat itu hanya tinggal semangat, dua alasan yang cukup kuat membuat saya agak malas-malasan untuk "berkuliah" itu lagi.<br /><br />Pertama, kenyataan bahwa pengajar kuliah itu luar biasa ngebutnya dalam mengajar. Luar biasa cepatnya. Dan yang kedua, setelah tahu bahwa kredit kuliah bahasa ini tidak bisa dimasukkan ke daftar nilai akhir (ngejar ilmu apa ngejar kuliah Zak? :P). Ditambah dengan keadaan bahwa obrolan saya dengan teman-teman satu jurusan dan kuliah dilaksanakan (kaya upacara aja) dalam bahasa Inggris, membuat kosakata bahasa portugis saya gak banyak berkembang. Paling ujung-ujungnya cuma bisa <i>nao falo portugues, bom dia, boa tarde, boa noite, obrigado, desculpe, por favor, todo bem, como estas?</i> Pokoknya bener-bener frase-frase dasar sehari-hari :D Untungnya, penduduk Portugal adalah penduduk yang ramah (katanya, tidak seperti penduduk spanyol, prancis, ato jerman yang agak anti dengan bahasa Inggris), sangat mau membantu meski pakai bahasa tarzan. Bener-bener saya ketolong dengan kemampuan bahasa portugis mendekati 0 dari kanan ini, padahal oleh orang-orang yang notabene tidak bisa berbahasa Inggris, apalagi bahasa Indonesia.<br /><br /><b>Komunitas Indonesia</b><br /><br />Jika ini adalah salah satu <i>concern</i> Anda dalam menentukan pilihan tujuan negara untuk berkuliah (atau untuk keperluan lainnya), maka buang jauh-jauh kata Portugal dari kamus Anda. Biarkan kamusnya agak gak lengkap sedikit, lagipula setau saya sih yaa, di kamus itu gak ada deh nama negara, paling kalo mau cari di kamus pintar ato RPUL.<br /><br />Intinya, jika tujuan utama kuliah ke luar negeri adalah untuk bertemu orang Indonesia, maka jangan pilih Portugal. Malah kalo <span style="color:red;">emang tujuan utamanya</span> adalah untuk bertemu orang Indonesia, menurut saya yang terbaik adalah tetap di Indonesia. Hehehe. Maksud saya, jika kita bandingkan jumlah orang Indonesia di Portugal dan negara-negara Eropa bagian barat lainnya, seperti Jerman, Belanda, Italia, Spanyol, Inggris, <i>and so on</i>, kan kaudapati <strike>seikat kembang merah</strike> bahwa Portugal bukan negara yang populer dalam hal studi, karena memang bukan tempat tujuan belajar utama, alias tidak ada universitas Portugal yang namanya menjulang di kancah peruniversitasan dunia. Sebagai perbandingan ringan, menurut data KBRI, diperkirakan terdapat sekitar 70-80 WNI (jumlahnya tidak pasti karena ada WNI yang berpindah-pindah negara setiap satuan waktu) di Portugal, dan menurut data dari seseorang yang tinggal di salah satu kota di Belanda, 80 orang adalah jumlah yang bisa dicapai dalam satu pertemuan rutin di kota itu saja.<br /><br />Hal ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh putusnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Portugal akibat Timor Timur, dan hubungan keduanya baru mulai terjalin lagi sejak 2001. Yah, itu aja sih (kesimpulan yang kurang menarik).<br /><br /><br />Sekian saja edisi kedua saya dalam serial kehidupan di Portugal, nantikan kisah-kisah kehidupan ini selanjutnya, masih di blog yang sama. Blog saya.</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-25910541499250538992009-11-25T16:35:00.001+07:002009-11-25T16:36:58.512+07:00Hidup di Portugal (Part I)<div align="justify"><span style="font-size:85%;color:#771111;">Mulai edisi ini, saya akan berbagi sedikit cerita mengenai kehidupan di Portugal, mungkin bisa dijadikan rujukan (ngarep bener) bagi mereka-mereka, tidak hanya yang berkuliah, tapi juga yang akan tinggal di Portugal.<br /><br /><span style="font-size:100%;"><b>Tempat Tinggal</b></span><br /><br />Sebelum banyak berkoar tentang kehidupan yang lain-lain, saya akan sedikit bercerita mengenai kehidupan <strike>berasmara</strike> berasrama saya disini. Saya cukup beruntung menyadari bahwa saya mendapat asrama disini, lokasi sangat dekat dengan kampus (sekitar 10 menit jalan kaki), tempatnya cukup asri, kamarnya juga sudah cukup ukurannya (3x5 meter), dilengkapi dengan kamar mandi, dan biayanya juga tidak terlampau mahal, hanya 210 euro... <i>Never ever convert this to rupiah.</i><br /><br />Dengan biaya segitu saja, saya sudah mendapat fasilitas all-in, seperti listrik, gas dan air. Tentunya cocok bagi orang yang boros, yang lampunya jarang dimatiin, yang laptopnya dinyalain 24 jam, yang mandi sejam, yang doyan masak, atau yang nyalain pemanas kekuatan tinggi bukan untuk dimanfaatkan menghangatkan badan, tapi untuk mengeringkan pakaian yang basah (pengalaman pribadi), selain itu di asrama ini juga sudah disediakan internet gratis (hotspot), hanya sayangnya apa-apa diblok... Kenikmatan-kenikmatan internet seperti filesharing (rapidshare, megaupload, 4shared), torrent, streaming (nonton sepakbola live, misalnya), video sharing (youtube, footytube), file-file berbau aplikasi java (Yahoo Games), dan tentunya file-file berbau proxy, bahkan yang terakhir ini agak konyol karena google translate juga diblok (emang sih google translate bisa jadi proxy), tapi akhirnya dibuka setelah saya kirim komplain ke adminnya, bilang kalo saya gak bisa hidup di Portugal ini tanpa translator, dan akhirnya dibukakan.<br /><br />Keuntungan lainnya adalah keamanan, berhubung ini asrama, jadi ya dijaga ama security gitu, selain itu saya tidak perlu repot mengganti seprai, selimut, sarung bantal pula, karena tiap pekan, pada hari rabu, kita boleh menukarnya dengan yang bersih, jadi gak repot mau nyuci-nyuci segala, tapi khusus untuk itu aja ya, soalnya untuk pakaian ya tetep harus nyuci sendiri.<br /><br />Enaknya lagi, berhubung penduduk asramanya multi nasional (sebagian besar sih berbahasa portugis atau spanyol), jadi ya lumayan lah, bahasa Inggris dipakai juga di asrama ini, meski tidak banyak juga yang menggunakannya. Umumnya pengguna bahasa inggris di sini adalah orang-orang India, Cina, Turki, atau penduduk Eropa pusat (Jerman, Italia) atau timur (Rumania, Slovakia).<br /><br />Tentunya disamping enaknya itu, ada juga gak enaknya... Misalnya dapur yang tersedia cukup terbatas... Satu dapur untuk sekitar 20 penghuni, saya sendiri cukup beruntung berada di lantai yang isinya laki-laki semua, yang notabene jarang yang suka masak, jadi ya jarang rebutan menggunakan dapur, palingan nunggu satu orang aja, dan kalo sudah tau waktu makan orang-orang Portugal pada umumnya, bisa kok selalu pas pengen masak (gak pengen masak sih, pengen makan sebenernya), pas dapur lagi kosong.<br /><br />Nah satu lagi gak enaknya adalah, meski harganya tergolong murah (apalagi kalo dibanding harga di eropa bagian lain), tapi harga sewa asramanya masih kurang murah. Di dekat-dekat asrama ini masih ada kosan seharga 140an euro, meski belum all-in sih (tapi setelah all-in, palingan kenanya juga 170 euro). Tapi dengan bermodalkan alasan malas kalo pindahan segala, akhirnya saya memutuskan tetap berdiam di dalam asrama ini saja.....<br /><br /><span style="font-size:100%;"><b>Makanan</b></span><br /><br />Oke, ini "masalah" orang Indonesia (kalo untuk orang Indonesia sih sebenernya gak begitu masalah) atau lebih tepatnya dibilang masalah bagi yang beragama Islam. <i>Dua paragraf dibawah ini sepertinya khusus bagi yang beragama Islam atau tidak masalah membaca artikel yang agak-agak berbau islam.</i><br /><br />Tidak seperti di negara Belanda, Prancis atau Jerman, yang penduduk Islamnya menurut situs <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Islam_in_Europe">ini</a> sekitar 5-10% penduduknya (di Belanda sendiri, setahu saya ada sekitar satu juta penduduk muslim), di Portugal jumlah muslim hanya sekitar 0.1% penduduk. Jelas bukan jumlah yang signifikan. Ini sangat mempersulit, setidaknya bagi saya, untuk menemukan makanan yang halal, terutama daging-dagingan (ayam, sapi, atau kambing). Masalahnya bukan pada jenis dagingnya (babi jelas dilarang), tapi pada cara penyembelihannya. Karena penyembelihan yang tidak sesuai kaidah Al-Qur'an (leher tidak boleh putus, menyembelih atas nama Allah, dll) juga termasuk daging yang haram, dan dengan kondisi 99.9% penduduk sini tidak beragama Islam, mereka tidak tahu halal itu apa dan bagaimana. Sebagian orang Indonesia disini sih memilih, "yaudah bismillah aja", yang tentunya tidak semudah itu saya ikuti. Karena toh saya gak mati, gak pingsan, gak menderita kalo gak makan daging, kenapa harus repot makan daging juga.<br /><br />Hal ini pernah menjadi bahan diskusi saya dengan seorang rekan saya. Dia menanyakan, apa kalo di negara yang mayoritas muslim, dagingnya pasti halal atau tidak, dan tentu saja saya katakan tidak. Akhirnya dia bertanya lagi, apa saya jika makan di warteg, warung pecel, atau semacamnya di Indonesia, pernah bertanya tentang kehalalan dagingnya. Saya sedikit tertohok, tapi akhirnya saya menemukan jawaban yang cukup masuk akal, yaitu ayat yang menyatakan bahwa apa yang meragukan itu sebaiknya ditinggalkan. Saya jelas ragu apa daging yang ada di Portugal ini halal atau tidak (malah bisa dibilang, saya cukup optimis bahwa daging-daging tersebut haram), dan saya tidak ragu mengenai hal tersebut yang ada di Indonesia, penjelasan yang cukup logis kan?<br /><br />Seperti kata Bu Inge, hidup itu Yin dan Yang, ada gak enak pasti ada enaknya juga, begitupun disini. Lokasi yang dekat dengan kampus membuat saya bisa makan di kantin kampus (tentunya saya selalu mengambil menu ikan), harganya murah (hanya 2.15 euro), dan kuantitasnya banyak sekali (roti, sup, jus jeruk/susu, main course (daging/ikan/vegetarian), salad, dessert), dan menyediakan makanan untuk makan siang maupun makan malam. Biasanya saya membungkus roti dan susunya, lumayan menambah perbekalan di rumah :D<br /><br /><br />Kelanjutan cerita tentang sisi kehidupan lain di Portugal akan saya sampaikan lain waktu... Bye...</span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-72162766788890509502009-11-09T18:54:00.001+07:002009-11-09T18:55:51.205+07:00Senangnya menjadi anak IF :D<div align="justify"><span style="color: rgb(119, 17, 17);font-size:85%;" >Betapa bahagianya hidup saya di IF ini... Percakapan berikut ini menjadi bukti betapa menyenangkannya punya teman-teman yang "gila", seperti saya ini :D<br /><br />(1:30:37 PM) myself: jeleger!<br />(1:39:56 PM) olip: howaahhh<br />(1:40:00 PM) olip: kamar saya berantakan<br />(1:40:01 PM) olip: ada apa ini?<br />(1:40:10 PM) myself: hahh?? seriusan?<br />(1:40:13 PM) myself: ada yang masuk????<br />(1:40:22 PM) olip: tadi saya mendengar bunyi ledakan<br />(1:40:32 PM) olip: lalu saya berlari kembali ke kamar untuk melihat keadaan<br />(1:40:37 PM) olip: ternyata kamar saya jadi hancur<br />(1:40:39 PM) myself: ledakan????<br />(1:40:44 PM) olip: harus ada yg bertanggung jawab iniii<br />(1:40:49 PM) myself: ledakan apaan???<br />(1:41:05 PM) olip: entah<br />(1:41:10 PM) olip: bunyinya JELEGER gitu<br />(1:41:47 PM) myself: hahh... baru banget jadi berantakannya??<br />(1:41:54 PM) olip: kayaknya begitu<br />(1:42:02 PM) olip: begitu bunyi ledakan saya lari tadi<br />(1:42:03 PM) olip: dari kopo<br />(1:42:43 PM) myself: dari kopo???<br />(1:42:53 PM) olip: iya<br />(1:43:04 PM) myself: gak ngerti saya, kamu dari kopo lari ke kosan?<br />(1:43:55 PM) myself: gimana sih maksudnya, beneran gak ngerti nih :(<br />(1:44:06 PM) olip: kan lagi ktt<br />(1:45:06 PM) myself: jadi, kamu dari mana???<br />(1:45:23 PM) myself: oooooooooooooooooooooooooooooh<br />(1:45:28 PM) myself: jeleger tuh dari sayanya ya?? :))<br />(1:45:32 PM) myself: baru nyadar!!! :))<br />(1:49:46 PM) olip: ....<br />(1:49:51 PM) olip: kirain dah nyadar dari tadi<br />(1:49:57 PM) myself: hwahahahaha :))<br />(1:50:01 PM) olip: jengjenggg<br />(1:50:05 PM) myself: menarik nih dimasukin di blog :P<br />(1:50:17 PM) olip: butuh berapa lama om?<br />(1:50:30 PM) myself: hampir 3 menit<br />(1:51:27 PM) olip: ;))<br />(1:51:34 PM) olip: lupa klo nulis jeleger ya<br />(1:52:02 PM) myself: iyah :))<br />(1:52:12 PM) myself: abisnya udah jauh terlupakan :P<br />(1:52:26 PM) olip: ;)) kompie ditinggal nonton opeje seh tadi<br />(1:52:32 PM) myself: opeje<br />(1:52:39 PM) myself: oyaya<br />(1:52:49 PM) myself: udah "punya" tipi ya sekarang<br />(1:54:12 PM) olip: ;))<br /></span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-30543363.post-554469973003544892009-10-05T17:12:00.003+07:002009-10-06T15:49:58.506+07:00Kisah (sedih) sang pencari beasiswa<div align="justify"><span style="color: rgb(119, 17, 17);font-size:85%;" >Alhamdulillah, 4 hari lagi tepat sebulan sudah saya di sini. Di tanah kelahiran <strike>Christiano</strike> Cristiano Ronaldo, Luis Figo, Rui Costa, serta Jose Alferez (yang terakhir nama dosen, gak penting banget yaa). Bagaimana perasaannya, <i>well</i>, sejauh ini lumayan, meski kota tempat saya tinggal, yaitu <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Caparica_%28Almada%29">Caparica</a> adalah kota yang bisa dibilang sangat kecil... Sepi banget disini. Bukan cuma orang-orangnya, tapi juga bangunannya, dikit bangeeeet... Kalo menurut saya sih kaya gini deh, bayangkan lagi di jalan tol Cipularang, terus di KM 70an tiba2 ada universitas, maka itu lah universitas tempat saya menimba ilmu, yaitu Universidade Nova de Lisboa (meski universitas ini gak ada di Indonesia sih). Mungkin agak terlalu ekstrim, tapi emang sepi banget daerah universitas ini sepertinya, jauh dari peradaban :D<br /><br />Oke, langsung cerita dikit deh tentang kehidupan awal saya disini, dan saya mengambil sudut terbalik dari yang biasanya digembor-gemborkan di <strike>media massa</strike> cerita orang-orang yang berkuliah di luar negeri, tentang betapa serunya itu dan lain-lain, saya justru mengambil sisi tidak enaknya.<br /><br /><b>**DISCLAIMER: isi blog ini tidak bermaksud menakut-nakuti mereka yang berminat berkuliah di luar negeri, jadi jika anda khawatir takut setelah membaca tulisan ini, mending jangan membacanya. Segala efek samping (jika ada) dari isi blog ini tidak ditanggung oleh penulis**</b><br /><br />Maka, pada tanggal cantik, 090909 (9 September 2009, red), bersiaplah saya berangkat menuju travel Cipaganti yang terletak di jalan Dipatiukur. Kesedihan pertama sudah muncul, ketika harus berpisah dengan rumah tercinta, dengan kakak pertama dan kakak ipar pertama, serta dengan keponakan kedua, agak basah sedikit mata ini, tapi masih bisa ditahan. Maka sampailah saya (diantar oleh adik, nenek, keponakan pertama, serta orang tua saya), kesedihan kedua, ketika berpisah dengan para pengantar (selain orang tua saya) sampai di travel... Akhirnya saya pun berjalan-jalan, sok-sok melihat-lihat pemandangan di luar, supaya tidak terlihat oleh orang tua saya :D Sampai di bandara sekitar pukul 5.30 sore, segeralah saya check-in dan mengurus bebas fiskal, untuk kemudian keluar lagi, menikmati berbuka di Indonesia terakhir untuk tahun 2009 bersama kedua orang tua saya. Dan kesedihan saya tidak bisa terbendung ketika akhirnya masuk lagi, berpisah dengan kedua orang tua saya untuk selanjutnya menaiki pesawat. Sebelumnya, beberapa rekan saya sudah menelpon dan meng-SMS saya selama di bandara (terima kasih buat semuanya). Akhirnya, sampai di atas pesawat, saya mencoba menelponnya, dan benar-benar sedih, untungnya si pramugari baik dengan memberikan tisu dalam keadaan pesawat masih cukup sepi, jadi <b>HARGA DIRI</b> saya masih terselamatkan.<br /><br />Maka perjalanan pun dimulai, saya sempat transit di Singapura sebentar, untuk kemudian berlanjut ke Frankfurt, transit cukup lama di Frankfurt (sekitar 3 jam), untuk kemudian menaiki pesawat ke Lisbon, Portugal. Sampailah saya di Lisbon pada hari Kamis, 10 September 2009, sekitar pukul 11.30 siang waktu Lisbon (GMT+0). Kemudian menuju asrama, sebenarnya ada dua pilihan, taksi atau kendaraan umum (bus + kereta + tram), tapi karena saya belum tahu apa-apa, saya tidak berani nekat dan memilih menggunakan taksi.<br /><br />Rupa-rupanya tempat saya tinggal ini benar-benar jauh dari "peradaban", benar-benar sepi. Sampai di kamar, saya langsung menyalakan laptop saya, dan untunglah ada wireless connection disediakan oleh asrama (meski memblok Youtube, Rapidshare, Torrent, dan file-file semacamnya), dan mulailah saya ceting dengan beberapa orang yang kebetulan online pada saat itu. Setelah sekitar satu jam, saya pun duduk di tempat tidur saya... Tiba-tiba teringat masa-masa perpisahan, dan saya pun sedih lagi...<br /><br />Hari kedua, saya mencoba ke kampus, melapor kedatangan. Dan diberitahukan bahwa untuk membuat akun bank, harus memiliki fiscal number atau semacamnya, yang membuat ngerasa repot bener sih. Sampai hari ini, hal sedih yang pertama saya ketahui adalah, semua peraih beasiswa Erasmus Mundus yang lain berasal dari negara yang bahasa nasionalnya Spanyol, yang cukup dekat dengan bahasa Portugis, jadi merasa benar-benar sendirian deh. Kemudian saya ke Lisbon untuk solat, sambil berharap 1-2 orang Indonesia disana, tapi sayangnya tidak ada sama sekali... Bener-bener merasa sendiri di negara ini. Fuuuh.<br /><br />Hari-hari berikutnya (selama sekitar 4 hari), biasanya sedih saat sahur ato berbuka, karena kangen makan sama keluarga, juga sedih kalo ceting ma orang tua di Indonesia sana ato saat menelpon/ditelpon mereka. Tapi hari-hari setelahnya, alhamdulillah, sepertinya sudah bisa menerima keadaan, apalagi setelah berkenalan dengan beberapa orang di asrama ini, ada orang Portugal (pastinya), ada orang Meksiko, ada orang Spanyol, ada orang Rumania, ada orang Mozambik, ada orang Cina (tapi mereka gaulnya ama orang-orang Cina doang nih) dan bahkan ada orang Timor Leste! Lumayan lah, at least ada yang bisa berbahasa (mirip) Indonesia juga lah, meski si orang Timor ini lancar berbahasa Portugis juga sih.<br /><br />Yah, masalah makanan, orang Indonesia, komunitas Islam adalah masalah lumayan besar disini. Susah sekali mencari daging halal (harus ke Lisbon bagian ujung utara), akhirnya saya makan ikan aja terus deh... Hahaha.<br /><br />Terakhir, rencana saya, akhir tahun ini kan mau main-main ke tempat kakak-kakak saya (di Jerman dan Belanda), maka dengan semangat 23 (semangat seseorang saat berusia 23 tahun) berangkatlah saya menuju International Office di kampus bersama seorang rekan saya, menanyakan tentang pembuatan residence permit (soalnya Portugal ini punya kebijakan payah banget, kalo seseorang mau studi maka dapetnya visa Portugal doang, bukan Schengen, padahal negara-negara lainnya bakalan ngasih visa Schengen), karena dengan memiliki residence permit, saya sudah diperbolehkan jalan-jalan ke 25 negara Schengen (termasuk Jerman dan Belanda) seenaknya. Tapi rupanya harapan ini agak-agak hancur karena ternyata pembuatan residence permit baru diperbolehkan satu bulan sebelum visa habis, padahal visa saya baru habis akhir Desember, dan pembuatannya memakan waktu satu bulan, padahal rencananya tanggal 20an saya sudah ingin berangkat ke Jerman. Akhirnya, saya mengambil keputusan untuk membuat visa wisata ke Schengen saja. Bela-belain lah, keluar uang "sedikit" gak apa-apa...<br /><br />Jika rekan-rekan berminat kuliah dan memiliki mental anak-rumahan seperti saya, jelas Portugal bukan pilihan bijak, tapi Belanda, Jerman, Prancis, Inggris, Austria, Belgia, Italia dan lain-lain (sepertinya semua negara Eropa bagian Barat) sepertinya jauh lebih baik, terutama dalam usaha pencarian teman. Tapi jika ingin tempat yang lebih hangat, lebih adem, Portugal (atau Spanyol) mungkin pilihan yang lebih tepat, soalnya disini hangat, bahkan saat ini juga masih hangat, padahal di beberapa daerah yang lebih utara (Jerman, Belanda, apalagi Swedia atau Finlandia), temperaturnya sudah mencapai 10 derajat celcius. So, <i>happy scholarship hunting!</i></span></div>Zakka Fauzan Muhammadhttp://www.blogger.com/profile/16208192154646141411noreply@blogger.com0