Postingan ini adalah edisi kedua dari cerita kehidupan (saya) di Portugal... Edisi sebelumnya bisa dilihat di sini...
Komunikasi
Mau tidak mau, suka tidak suka, harus diakui ini adalah salah satu masalah terbesar kehidupan di luar negeri, terutama jika kita tidak menguasai bahasa penduduknya, ditambah lagi dengan kondisi bahwa sebagian besar penduduknya tidak menguasai bahasa Inggris. Awalnya semangat saya untuk mencoba belajar bahasa portugis cukup tinggi, supaya setidaknya bisa berkomunikasi dengan cukup lancar, dengan mengikuti kursus (yang bisa dianggap kuliah juga, soalnya ada kredit kuliahnya juga) di Lisbon sana. Waktu demi waktu berlalu, semangat itu hanya tinggal semangat, dua alasan yang cukup kuat membuat saya agak malas-malasan untuk "berkuliah" itu lagi.
Pertama, kenyataan bahwa pengajar kuliah itu luar biasa ngebutnya dalam mengajar. Luar biasa cepatnya. Dan yang kedua, setelah tahu bahwa kredit kuliah bahasa ini tidak bisa dimasukkan ke daftar nilai akhir (ngejar ilmu apa ngejar kuliah Zak? :P). Ditambah dengan keadaan bahwa obrolan saya dengan teman-teman satu jurusan dan kuliah dilaksanakan (kaya upacara aja) dalam bahasa Inggris, membuat kosakata bahasa portugis saya gak banyak berkembang. Paling ujung-ujungnya cuma bisa nao falo portugues, bom dia, boa tarde, boa noite, obrigado, desculpe, por favor, todo bem, como estas? Pokoknya bener-bener frase-frase dasar sehari-hari :D Untungnya, penduduk Portugal adalah penduduk yang ramah (katanya, tidak seperti penduduk spanyol, prancis, ato jerman yang agak anti dengan bahasa Inggris), sangat mau membantu meski pakai bahasa tarzan. Bener-bener saya ketolong dengan kemampuan bahasa portugis mendekati 0 dari kanan ini, padahal oleh orang-orang yang notabene tidak bisa berbahasa Inggris, apalagi bahasa Indonesia.
Komunitas Indonesia
Jika ini adalah salah satu concern Anda dalam menentukan pilihan tujuan negara untuk berkuliah (atau untuk keperluan lainnya), maka buang jauh-jauh kata Portugal dari kamus Anda. Biarkan kamusnya agak gak lengkap sedikit, lagipula setau saya sih yaa, di kamus itu gak ada deh nama negara, paling kalo mau cari di kamus pintar ato RPUL.
Intinya, jika tujuan utama kuliah ke luar negeri adalah untuk bertemu orang Indonesia, maka jangan pilih Portugal. Malah kalo emang tujuan utamanya adalah untuk bertemu orang Indonesia, menurut saya yang terbaik adalah tetap di Indonesia. Hehehe. Maksud saya, jika kita bandingkan jumlah orang Indonesia di Portugal dan negara-negara Eropa bagian barat lainnya, seperti Jerman, Belanda, Italia, Spanyol, Inggris, and so on, kan kaudapatiseikat kembang merah bahwa Portugal bukan negara yang populer dalam hal studi, karena memang bukan tempat tujuan belajar utama, alias tidak ada universitas Portugal yang namanya menjulang di kancah peruniversitasan dunia. Sebagai perbandingan ringan, menurut data KBRI, diperkirakan terdapat sekitar 70-80 WNI (jumlahnya tidak pasti karena ada WNI yang berpindah-pindah negara setiap satuan waktu) di Portugal, dan menurut data dari seseorang yang tinggal di salah satu kota di Belanda, 80 orang adalah jumlah yang bisa dicapai dalam satu pertemuan rutin di kota itu saja.
Hal ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh putusnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Portugal akibat Timor Timur, dan hubungan keduanya baru mulai terjalin lagi sejak 2001. Yah, itu aja sih (kesimpulan yang kurang menarik).
Sekian saja edisi kedua saya dalam serial kehidupan di Portugal, nantikan kisah-kisah kehidupan ini selanjutnya, masih di blog yang sama. Blog saya.
Komunikasi
Mau tidak mau, suka tidak suka, harus diakui ini adalah salah satu masalah terbesar kehidupan di luar negeri, terutama jika kita tidak menguasai bahasa penduduknya, ditambah lagi dengan kondisi bahwa sebagian besar penduduknya tidak menguasai bahasa Inggris. Awalnya semangat saya untuk mencoba belajar bahasa portugis cukup tinggi, supaya setidaknya bisa berkomunikasi dengan cukup lancar, dengan mengikuti kursus (yang bisa dianggap kuliah juga, soalnya ada kredit kuliahnya juga) di Lisbon sana. Waktu demi waktu berlalu, semangat itu hanya tinggal semangat, dua alasan yang cukup kuat membuat saya agak malas-malasan untuk "berkuliah" itu lagi.
Pertama, kenyataan bahwa pengajar kuliah itu luar biasa ngebutnya dalam mengajar. Luar biasa cepatnya. Dan yang kedua, setelah tahu bahwa kredit kuliah bahasa ini tidak bisa dimasukkan ke daftar nilai akhir (ngejar ilmu apa ngejar kuliah Zak? :P). Ditambah dengan keadaan bahwa obrolan saya dengan teman-teman satu jurusan dan kuliah dilaksanakan (kaya upacara aja) dalam bahasa Inggris, membuat kosakata bahasa portugis saya gak banyak berkembang. Paling ujung-ujungnya cuma bisa nao falo portugues, bom dia, boa tarde, boa noite, obrigado, desculpe, por favor, todo bem, como estas? Pokoknya bener-bener frase-frase dasar sehari-hari :D Untungnya, penduduk Portugal adalah penduduk yang ramah (katanya, tidak seperti penduduk spanyol, prancis, ato jerman yang agak anti dengan bahasa Inggris), sangat mau membantu meski pakai bahasa tarzan. Bener-bener saya ketolong dengan kemampuan bahasa portugis mendekati 0 dari kanan ini, padahal oleh orang-orang yang notabene tidak bisa berbahasa Inggris, apalagi bahasa Indonesia.
Komunitas Indonesia
Jika ini adalah salah satu concern Anda dalam menentukan pilihan tujuan negara untuk berkuliah (atau untuk keperluan lainnya), maka buang jauh-jauh kata Portugal dari kamus Anda. Biarkan kamusnya agak gak lengkap sedikit, lagipula setau saya sih yaa, di kamus itu gak ada deh nama negara, paling kalo mau cari di kamus pintar ato RPUL.
Intinya, jika tujuan utama kuliah ke luar negeri adalah untuk bertemu orang Indonesia, maka jangan pilih Portugal. Malah kalo emang tujuan utamanya adalah untuk bertemu orang Indonesia, menurut saya yang terbaik adalah tetap di Indonesia. Hehehe. Maksud saya, jika kita bandingkan jumlah orang Indonesia di Portugal dan negara-negara Eropa bagian barat lainnya, seperti Jerman, Belanda, Italia, Spanyol, Inggris, and so on, kan kaudapati
Hal ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh putusnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Portugal akibat Timor Timur, dan hubungan keduanya baru mulai terjalin lagi sejak 2001. Yah, itu aja sih (kesimpulan yang kurang menarik).
Sekian saja edisi kedua saya dalam serial kehidupan di Portugal, nantikan kisah-kisah kehidupan ini selanjutnya, masih di blog yang sama. Blog saya.
Testing
ReplyDeleteMana kelanjutan ceritanya? Koq ga ada?
ReplyDelete