14.10.25

Just Wanna Share it Here

Ini sebuah cerita tentang bagaimana "keberuntungan" saya mengundurkan diri dari startup ikan*, salah satu startup yang sampai sekitar setahunan lalu adalah salah satu startup paling menjanjikan, dan kelihatannya dalam waktu tidak lama akan IPO.

As a side note, ini cerita yang "berat", dan saya menuliskannya hanya karena saya tidak ingin mendiamkannya di dalam kepala. 

Saya tidak akan bercerita dari awal, tapi saya akan langsung lanjut ke awal-awal rencana saya mengundurkan diri, yaitu sekitar akhir 2023.

Jadi sekitar bulan November atau awal Desember 2023, kami para VP Product diberitahu bahwa akan ada restrukturisasi di tim product. Dalam hati saya, "Dang, restrukturisasi ketiga dalam kurang dari 1.5 tahun saya berkarir di perusahaan." Awalnya saya masih berusaha berpikir positif terhadap informasi awal tersebut, tapi sampai akhirnya saya mengetahui rencana detil perubahannya, saya tidak lagi bisa berpikir positif.

Ternyata tim saya mengalami penyusutan yang luar biasa yang menurut saya terlalu kecil untuk ukuran seorang VP, dan yang lebih parahnya saya difitnah dan diadu domba, siapa pelakunya nggak penting untuk saya informasikan di sini, tapi saya yakin itu benar (karena saya sudah memiliki buktinya). Barulah di detik ini mulai terbersit pemikiran untuk akhirnya mengundurkan diri saja. Ada banyak sekali pertentangan, dua hal yang paling mengganjal saat itu adalah:

  1. Akhir 2023 dan awal 2024 itu sudah masuk tech winter, tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru lagi, apakah dengan posisi yang cukup senior seperti yang saya tempati kala itu. Belum lagi ditambah dengan kenyataan bahwa saya bahkan belum 2 tahun bekerja di perusahaan tersebut, pasti sedikit banyak terpikir bahwa ini akan jadi label buruk karena terkesan seperti kutu loncat saja (sebelumnya masa kerja saya selalu 2 tahun atau kurang selain di Bukalapak).
  2. Finansial. Bukan saya memiliki masalah finansial, hanya sebagai seorang pekerja yang juga memiliki alasan finansial untuk bekerja, salah satu alasan saya enggan untuk mengundurkan diri adalah, karena sebagian besar saham saya seharusnya vested (yang artinya menjadi milik saya sepenuhnya) di pertengahan bulan Januari 2024.
Setelah pergolakan batin, akhirnya saya tetap memutuskan mengundurkan diri di sekitar pertengahan / akhir Desember, dengan asumsi jika saya mengajukannya menggunakan 2-month notice, maka saham saya tetap bisa vested. Well, it's not that easy...

Berhubung, alhamdulillah, saya diberi rezeki untuk umroh di akhir Desember, beberapa pihak yang terlibat dalam pengunduran diri saya pun akhirnya menghubungi saya di awal Januari, salah satu respon yang membuat saya geram adalah kurang lebih seperti ini, "Kalo Mas Zakka resign, maka sahamnya akan langsung hangus saat ini juga." Tentunya saya tidak terima karena tidak ada perjanjian di manapun di perjanjian kerja yang memperbolehkan hal tersebut, tapi orang ini bilang bahwa tidak adil buat VP yang lain karena saham saya tetap diberikan meskipun sudah tidak bekerja. Argumennya saya lawan juga tentunya, karena menurut saya itu wajar, toh saya mendapatkan saham dari usaha saya selama 1.5 tahunan tersebut, dan toh tetap sebagian saham saya hangus juga karena saya resign.

Baru beberapa minggu kemudian saya tahu bahwa entah kenapa VP diberikan saham dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada yang saya peroleh, dugaan saya ini salah satu penyebab "keinginan" menghanguskan saham saya. Oh ya, nilai saham saya yang seharusnya vested itu kurang lebih setara 16 kali gaji bulanan saya!

Ketidakberterimaan saya membuat saya menyewa seorang legal advisor (bukan lawyer ya) untuk meminta nasihatnya mengenai masalah tersebut. Setelah membaca keseluruhan perjanjiannya, termasuk perjanjian pemberian saham, dia bilang secara aturan memang mereka tidak bisa begitu saja mengotak-atik saham yang seharusnya saya terima. Kami berdua berdiskusi lumayan panjang dan memiliki satu keputusan: Tidak apa-apa saham saya dianggap hangus, tapi saya harus diberikan kompensasi setara saham yang hangus tersebut.

Setelah itu, saya kembali berdiskusi dengan beberapa pihak dalam perusahaan yang terlibat dalam pengunduran diri saya, dan walau akhirnya tetap dapat kompensasi, tetapi setelah nego-nego panjang, saya "hanya" mendapatkan sekitar 55% dari nilai saham yang dihanguskan tersebut. Hanya saja saya tidak mau lama-lama terlibat dalam perseteruan kurang penting. Lebih lagi saya berpikir, "Ya sudah lah, toh saya bisa dapet 55% dalam bentuk cash langsung, dibandingkan dengan 100% tapi tidak tahu kapan bisa dicairkannya." Walau memang si 100%, waktu itu, sangat berpotensi tumbuh menjadi lebih besar lagi. Masih rada dongkol, tapi ya sudah saya ikhlaskan keputusan tersebut.

Barulah pada bulan Desember, muncul keramaian ini. Satu hal yang saya yakini (dari obrolan dari beberapa rekan kerja di sana), nilai saham perusahaan hampir pasti mendekati angka nol. Kalo dipikir-pikir, ternyata 55% JAUH lebih baik daripada nol ya. I won't say I dodged the bullet, saya cuma bilang ternyata rezeki saya dari kejadian tersebut bahkan jauh lebih baik daripada rekan sesama VP di perusahaan.

-----

Lastly, sebetulnya di bulan April 2024 saya sudah mendapatkan 2 tawaran pekerjaan (satu startup dan satu lagi BUMN), akan tetapi saya akhirnya memutuskan menolak keduanya karena akhirnya saya memilih menjalani hidup sebagai independent consultant yg, plusnya, bayaran per jam-nya JAUH lebih besar daripada bekerja sebagai karyawan tetapi, minusnya, tidak setiap hari saya bekerja (yg setelah dipikir-pikir, ini bisa jadi nilai plus juga).

*startup ikan = startup yg unfortunately CEO-nya saat ini sedang dalam proses penyidikan karena suatu kasus, dan bukan yang ketahuan sedang berlari di Qatar karena Strava-nya bisa dilihat orang lain.

25.7.25

Cerita "seru" di bandara Changi

Been a very very long time not writing here. Supaya bisa melatih sedikit kemampuan menulis, saya coba ceritakan pengalaman saya baru-baru ini di bandara Changi, Singapura. Pengalaman yang unik yang sepertinya bahkan belum pernah dialami oleh para petugas yang sempat terlibat kasus ini.

Tulisan ini akan agak panjang, karena saya coba buat secara runut, tapi saya selipkan beberapa opini atau fakta tambahan yang terkait dengan kondisi yang saya alami. Bagi yang tidak punya waktu luang banyak, silakan baca TL;DR di bawah ini saja.

TL;DR

Saya hampir saja harus mengorbankan beberapa oleh-oleh yang saya beli dari Singapura, karena oleh-oleh itu berupa liquid (tepatnya semi-liquid) dan saya lupa untuk memasukkan barang-barang tersebut sebagai bagian dari checked-in baggage, yang mengakibatkan barang-barang tersebut hampir pasti harus dibuang saat melewati security check, karena berukuran lebih dari 100ml.

Tentunya tidak sesederhana itu, tapi untuk tahu cerita detilnya, kudu baca cerita panjangnya di bawah ini.

Long Story


Cerita Awal

Jadi kebetulan hari Selasa 22 Juli - Kamis 24 Juli kemarin saya main-main ke Singapura. Tujuannya untuk menonton pertandingan Arsenal vs AC Milan secara langsung. Kisah bagian itunya tidak penting. Setelah dua hari berjalan-jalan, kulineran, belanja-belanja, sempat bersilaturahmi dengan sepupu dan teman IMO di Singapura, dan pastinya menonton pertandingan tersebut, akhirnya pada hari Kamis pagi, saya dan teman saya (Destya), berencana pulang ke Indonesia. Dan disinilah keseruannya akan dimulai, tepatnya setelah sampai di bandara.

Jadwal penerbangan kami adalah 14.45 dari terminal 4, dan bahkan kami sudah memiliki electronic boarding pass jadi tidak perlu check-in lagi, meski tetap harus melakukan drop baggage untuk koper yg kami bawa. Kami berpikir untuk melihat-lihat dulu Jewel yang sudah sangat tersohor dengan Rain Vortex-nya, sehingga kami memutuskan untuk berangkat agak awal, dan memang kami berhasil sampai di Jewel sekitar jam 11.10. Setelah dari hotel menaiki MRT, kemudian dilanjutkan dengan menaiki bus sampai terminal 1 Changi, karena Jewel memang terletak bersebelahan dengan terminal tersebut.

Awal Mula Masalah

Setelah mengelilingi Jewel yg ternyata hanya memakan tidak lebih dari 20 menit, kami memutuskan untuk segera ke terminal 4. Bertanyalah kami kepada petugas (1), di mana letak menaiki shuttle bus yang menghubungkan terminal 1 dengan terminal 4, kata petugasnya itu bisa dilakukan di dalam, di dekat pintu C21. Berjalanlah kami ke sana, melakukan scan paspor untuk kemudian berjalan ke area shuttle bus tersebut.

Di tempat duduk untuk menunggu shuttle bus itulah, saya merasa ada yang salah, tapi kami keburu dipanggil untuk menaiki bis yang akan membawa kami ke T4.

Menaiki Shuttle Bus Menuju T4

Saya sangat tidak tenang karena teringat bahwa seharusnya check-in dan baggage drop dilakukan SEBELUM kontrol imigrasi, dan kami belum sempat melakukan baggage drop karena memang tidak mungkin melakukan itu di terminal yang berbeda, yg ternyata tidak sepenuhnya benar, karena ternyata di Jewel ada fasilitas untuk melakukan check-in untuk maskapai yang berpartisipasi, sampai dengan 3 jam sebelum keberangkatan.

Saya sampaikan lah kekhawatiran tersebut ke Destya, rupanya dia cukup tenang karena memang tidak membawa liquid yang lebih dari 100ml sama sekali.

Kekhawatiran Menjadi Nyata

Apa yang saya khawatirkan benar! Sesampainya kami ke terminal 4, kelanjutan yang bisa kami lakukan hanya 3, yaitu:
  1. Melewati pengecekan security, di tahapan ini biasanya barang-barang cair dengan ukuran > 100ml, termasuk beberapa barang yang saya baru beli di Singapura, akan diambil dan dibuang, and I knew that. Ini jalur yang paling umum dilakukan orang yang menggunakan bus yang kami naiki
  2. Melewati imigrasi kedatangan menuju Singapura. Ini jalur yang dilakukan oleh penumpang baru mendarat dan ingin memasuki negara Singapura dari T4. Bukan jalur yang umum dipakai penumpang shuttle bus tersebut, walau mungkin saja ada seseorang yang mendarat di T2, misalnya, kemudian ingin memasuki Singapura dari T4, untuk alasan apapun.
  3. Mengantri shuttle bus kembali untuk ke T1, T2, atau T3, tapi tidak ada gunanya karena toh saya tetap akan berada di airside* dari bandara Changi ini.
Untuk ilustrasi, saya coba jelaskan sedikit tentang airside dan landside dari bandara Changi (tidak menggambarkan peta Changi yang sebenarnya, tentu saja).

Pembagian Airside dan Landside di Bandara Changi

Setiap bandara biasanya memiliki bagian landside (LS) dan airside (AS). Pada gambar tersebut, LS adalah bagian berwarna hijau, sedangkan AS adalah bagian berwarna biru. Secara umum, pemisah antara LS dan AS adalah pengecekan imigrasi atau pengecekan security (tergantung yang mana terlebih dahulu di bandara tersebut). Untuk kasus bandara Changi, batas LS dan AS adalah pengecekan imigrasi. LS adalah bagian publik, dapat diakses siapapun termasuk yang tidak memiliki boarding pass, sedangkan AS adalah bagian yang khusus untuk penumpang dengan boarding pass. Biasanya perpindahan penumpang dari LS ke AS terjadi saat kita mau bepergian, dan perpindahan penumpang dari AS ke LS terjadi saat kita sampai di tujuan.

Nah, pada kasus (1) di atas, kami sedang berada di area LS T1, kemudian kami melewati imigrasi di T1 sehingga masuk ke AS T1, setelah itu kami naik shuttle bus yang hanya memindahkan kami dari AS T1 ke AS T4. Masalahnya, untuk melakukan baggage drop, saya harus menuju ke ke LS T4 (lokasi check-in maskapai), yang tidak mungkin saya lakukan karena untuk bisa berpindah dari AS ke LS, saya harus berada pada kondisi datang ke Changi di hari itu.

Bantuan Staf Changi Airport

Di sinilah saya bingung. Destya langsung memilih untuk mengambil opsi pertama, walau sebenarnya dia pun membayar lebih untuk membeli jatah checked-in baggage. Saya belum mau menyerah, berhubung saat sampai di AS T4 itu sekitar jam 12.00, kami masih punya waktu sekitar 2 jam sampai waktu boarding. Dua jam ini seharusnya jadi waktu keliling-keliling duty free, belanja, makan siang, dan solat, tapi saya pikir "Nothing to lose deh, kalopun barang-barang ini nggak bisa dibawa ke Indonesia, yang penting usaha dulu. Separah-parahnya barangnya terpaksa diambil saat pengecekan security dan harus dibuang."

Percobaan pertama, saya datangi petugas imigrasi yg "nongkrong" di dekat auto-gate. Saya ceritakanlah kasus yang saya alami, saya sampaikan lah kondisinya.
"So, I came from the city to the terminal 1, because I wanted to see Jewel. However I can't checkin my baggage because my flight is here in T4 instead of T1. After that, I needed to go here because my flight will be from here. Then, I asked some officer in T1, where can I get the shuttle bus to T4, he answered that I could take it inside, near gate C21. I just realized when I took the shuttle bus that I already inside the passenger-only area, and I haven't checked-in my baggage, and now I can't go to the checkin area. I also don't want to go thru the security area because they will throw some of my items here, since I have liquids in my suitcase. Do you have any solution for my situation?"

Redaksinya nggak persis gitu, dan memang si petugas harus klarifikasi beberapa poin karena mungkin bahasa Inggris saya yang kurang jelas atau pas-pasan. Haha. Dia pun bingung karena untuk bisa melewati imigrasi, saya harus sudah punya kartu kedatangan (digital), tapi saya nggak bisa punya itu karena saya tidak mendarat di Singapura hari itu. Huft.

Karena sepertinya buntu, dia pun membawa saya ke petugas informasi di area tersebut. Saya ceritakan ulang kondisi di atas. Seperti ada harapan, karena dia beberapa kali tektokan dengan petugas lain (yg sepertinya ada di sisi LS) via telepon dan Whatsapp, dan saya menunggu cukup lama, sampai sekitar jam 1 siang. Sampai akhirnya dia bilang "You can go through the immigration gate" yang saya jawab "But I don't have the arrival card," kemudian dia bilang "You can fill it with your previous flight when you came here, just use today as the date of the arrival." Agak bahagia, setelah mengucapkan terima kasih, langsung lah saya coba isi si arrival card, kemudian segera menuju pintu tersebut.

Pintu pertama: Scan paspor dan pengecekan arrival card, lolos. Lewatlah saya ke pintu kedua.
Pintu kedua: Gagal! Tulisan di layarnya menunjukkan bahwa saya harus menunggu officer untuk menjemput dan memproses lebih lanjut. Huft.

Tampilan Dua Pintu Imigrasi, src: https://www.todayonline.com/singapore/95percent-arrivals-changi-automated-lanes-early-2024-ica-2157826

Kali ini, saya dibawa ke petugas imigrasi yang kelihatannya punya posisi lebih tinggi (manager?), saya ceritakan ulang semuanya dan saya sampaikan tambahkan informasi kepadanya bahwa penerbangan saya adalah pada pukul 2.45pm (sekitar 1 jam 30 menit lagi), dan seharusnya saya boarding pada pukul 2.05pm (tinggal 50 menit lagi). Tidak lupa saya bilang bahwa "If it's not possible, I am willing to throw these things away to be able to past the security check, rather than not able to take the flight."


Finally, Berhasil Lewat!

Si manager, setelah mengumpulkan data saya (nomor paspor, jadwal penerbangan, dll) meminta saya duduk (di area yang diisi orang-orang "bermasalah" yang tidak bisa masuk ke Singapura, haha). Setelah call sana sini, sekitar 10 menit kemudian dia bilang mendatangi saya dan bilang: "An Air Asia staff will accompany you exiting this area to the checkin desk. After that you can entering the secure zone back." Mendengar itu saya sangat hepi dan segera mengabarkan kondisi terkini ke Destya, sambil bertanya lokasi beberapa store di dalam T4 yang memang mau saya datangi, salah satunya tentu saja Irvin's.

Sekitar 5 menit kemudian seorang staf Air Asia datang, setelah itu saya harus melakukan clearance dengan mengambil foto dan sidik jari lagi untuk masuk ke Singapura. Ditemani si staf Air Asia menuju ke meja check-in, kemudian berjalan cepat untuk kembali melewati area imigrasi Singapura, saya ingat sekali saya berhasil melewati area imigrasi pukul 1.30pm, selesai berbelanja semua barang yang saya mau di duty-free pada pukul 1.45pm, dan selesai makan laksa halal yang cukup enak pada pukul 2.05pm (yang seharusnya jadi waktu boarding saya).

Selesai makan, saya lihat papan pengumuman, penerbangan saya diundur menjadi pukul 3.00pm (mundur 15 menit dari seharusnya). Karena ada extra time, akhirnya saya memutuskan untuk menjamak sholat dulu di area yang disediakan untuk beribadah. Lastly, saya berhasil mengisi botol air dan sampai di pintu keberangkatan penerbangan saya sekitar pukul 2.30pm. Proses boarding berjalan lancar dan saya sudah duduk di kursi pesawat saya sekitar pukul 2.50pm.

Apa Saja yang Salah

Sebagai post-mortem dari kejadian tersebut, mari kita coba lihat hal-hal yang mungkin bisa dilakukan sehingga kejadian di atas tidak terjadi:
  • Cari tahu lebih jauh. Seandainya saya tahu bahwa di Jewel bisa melakukan baggage drop untuk penerbangan Air Asia sampai dengan 3 jam sebelum keberangkatan, saya akan melakukannya di sana. Bahkan saya tidak perlu menggeret-geret si koper saat keliling Jewel.
  • Bertanya dengan konteks yang lengkap dan ke orang yang lebih tepat. Saat kami bertanya tempat untuk menaiki shuttle bus ke T4, si petugas melihat bahwa koper kami berdua kecil (20" atau 22" jika saya tidak salah) sehingga mungkin dia mengira bahwa koper tersebut adalah koper yang akan dibawa ke kabin (tidak perlu di-checkin-kan). Kami tidak menginfokan itu saat bertanya. Seandainya menginfokan, atau memang bertanya ke bagian informasi, kemungkinan kami akan diarahkan ke shuttle bus yang menghubungkan LS T1 dengan LS T4, bukan AS T1 dengan AS T4.
  • Seumur-umur, saya belum pernah membawa oleh-oleh yg mengandung cairan dari Singapura, baru kemarin itu sekali-kalinya. Hanya saja saya bosan dengan barang yang itu-itu saja. Not really sure if this was a mistake or not, tapi mungkin menghindari kejadian seperti yang kami alami adalah alasan banyak orang Indonesia ujung-ujungnya hanya membeli coklat, Irvin's, Garrett, dan benda-benda padat lainnya dari Singapura.
  • Adanya perbedaan urut-urutan di bandara Changi dengan beberapa negara lainnya, seperti pada gambar di bawah ini. Seandainya urutan pemeriksaan di bandara Changi sama dengan model di Heathrow, maka saya akan menyadari lebih awal bahwa saya tidak boleh masuk ke AS T1 karena kemungkinan saat ketahuan saya membawa cairan, saya akan kembali untuk mencari cara menuju LS T4. Anyway, ini bukan kesalahan siapa-siapa sih, pasti ada pro-cons untuk setiap model di bawah.
Perbedaan urutan di beberapa bandara


Akhir kata...

Alhamdulillah, semua terlewati dengan baik, saya berhasil...
  1. Membawa semua barang yang saya beli di Singapura.
  2. Membeli barang yang memang saya mau di area duty-free.
  3. Makan sebelum menaiki pesawat
  4. Sholat sebelum menaiki pesawat
  5. Melewati bandara Changi tanpa masalah keamanan apapun (sempat sedikit khawatir karena ada usaha masuk area passenger-only, untuk kemudian keluar lagi).
  6. ... Yang terpenting, tetap naik pesawat yang seharusnya saya naiki
Tidak lupa terima kasih kepada semua petugas di bandara Changi yang menurut saya sudah bekerja extra-mile hanya untuk membantu satu orang seperti saya, "cuma" dengan tujuan oleh-olehnya tidak harus dibuang. Nggak yakin apa yang bisa saya lakukan jika kejadian serupa terjadi di negara lain, ataupun di negara besar.