25.11.12

Mushola di Mall Bandung (I)

Mushola, atau Mushala, atau Musola, atau Mushalla, yang manapun itu, yang jelas ia adalah tempat solat serupa mesjid dengan ukuran lebih mini. Tidak seperti mesjid, mushola umumnya tidak memiliki gedung tersendiri, itupun karena adanya kebutuhan pengunjung atau pegawai di gedung tempat mushola itu berada untuk menunaikan ibadah shalat.

Pada tulisan ini, saya akan membahas beberapa mushola yang terletak di mall-mall di kota Bandung yang pernah saya kunjungi (mushola-nya, bukan mall-nya), berikut penilaian pribadi dari saya, yaitu lokasi (termasuk kemudahan akses), ukuran (relatif terhadap keramaian tempat), kenyamanan, dan kebersihan. Urutan penulisan ini semata-mata alphabetic-based, bukan berdasarkan keinginan pribadi atau orang lain atau hasil bayaran (kaya bakal ada yang mau bayar aja untuk hal gini). Oke mari kita mulai…

Bandung Electronic Center (BEC)
Mushola BEC terletak di basement, di area tempat parkir. Untuk yang perempuan terletak 1 lantai di bawah lantai terdasar toko-toko di BEC, sedangkan untuk yang laki-laki terletak 2 lantai di bawahnya lagi.

  • Lokasi: 4.5, awalnya nilainya adalah 5.5, akan tetapi karena untuk mencapai tempat ini harus naik lift (yang hampir selalu penuh) atau jalan kaki (yang sungguh berbahaya karena bersama kendaraan), saya menurunkan nilainya.
  • Ukuran: Jika semua orang solat sendiri di dalamnya, tempat ini mampu menampung sekitar 20 orang, tapi untuk solat berjamaah, idealnya tempat ini hanya menampung sekitar 16 orang, dengan asumsi ukuran untuk mushola perempuan sama besarnya dan dengan tingginya animo masyarakat di BEC ini, saya beri nilai 4.5.
  • Kenyamanan: 3, PANAS, SUMPEK, BERISIK, dan kawan-kawannya. Berhubung ada toilet di dekatnya, saya naikkan nilainya, seharusnya 2.
  • Kebersihan: Sajadah yang jorok, lantai yang basah, dan area yang kotor (karena di dekatnya banyak mobil berseliweran), saya beri nilai 2.5 untuk lokasi wudhu dan solat yang terpisah.
  • Total: 3.5

Bandung Indah Plaza (BIP)
Mushola BIP dahulu terletak di area parkir juga, tapi sekarang sudah dipindahkan ke lantai teratas (lantai 3).

  • Lokasi: 9.5, letaknya yang di dalam gedung memudahkan untuk hampir semua orang mendatanginya, hanya saja karena ia terletak di lantai puncak (bukan di lantai tengah), saya harus memotong 0.5
  • Ukuran: 10, seberapapun banyak jamaah solat, saya yakin tidak akan ada sistem kloter akibat harus menunggu di mushola ini.
  • Kenyamanan: 9.5, suasana yang cukup sejuk walau hanya ditemani kipas angin. Sayangnya ada beberapa nilai minus, yang pertama, area wudhu yang kurang luas, terutama setelah satu studio bioskop selesai penayangannya, antrian dapat menjadi cukup panjang (10-15 orang). Yang kedua, tidak adanya toilet, membuat orang harus ke toilet lain dulu sebelum berwudhu. Nilai bonus lagi untuk adanya petugas mushola yang setia melayani kita setiap saat setiap waktu (berlebihan sih)
  • Kebersihan: 9.5. Hampir sempurna, kekurangan hanya terdapat di tempat wudhu dan di area lepas/pasang alas kaki.
  • Total: 9.8

Braga City Walk (BCW)
Baru kemarin saya ke BCW, jadi masih sangat segar di ingatan. Mushola perempuan terletak di B1, sedangkan mushola laki-laki terletak di B2. Keduanya terletak persis di depan lift.
  • Lokasi: 5.5. Saya tidak bisa memberi nilai lokasi tinggi untuk mushola yang berada di basement. Walau begitu, mushola ini cukup mudah dijangkau dengan lift ataupun menggunakan tangga darurat. Nilai minusnya, liftnya terkadang penuh (walau tidak seramai di BEC) dan tangga daruratnya agak kotor.
  • Ukuran: 8.2. Walau ukurannya kecil (menampung sekitar 20-25 orang per mushola), tetapi berhubung tidak terlalu banyak pengunjung di mall ini, saya berani memberi nilai ini.
  • Kenyamanan: 8. Selain tempatnya yang agak panas, tidak ada masalah sama sekali. Toilet tersedia dekat, tempat wudhu cukup luas.
  • Kebersihan: 8. Tidak ada masalah besar pada tempat solat ini, hanya saja bau-bauan asap rokok kadang tercium, berhubung tempatnya yang memang di area yang dibolehkan merokok
  • Total: 7.5

Karena tulisan ini sudah cukup panjang sepertinya, saya akan beri penilaian untuk mushola di Ciwalk, Gramedia, PVJ, dan TSM pada tulisan berikutnya :)

12.5.12

Toleransi

Benar... Toleransi, itulah kata-kata yang sering diajarkan pada kita sejak masih duduk di bangku SD. Bersama rekan-rekannya, seperti gotong-royong, berbakti kepada orang tua, tolong-menolong dalam kebaikan dan kesabaran (caelah), ataupun gemar menabung, kata ini selalu mencekoki pemikiran kita, yang sayangnya tampak kurang efektif.

Bukan, saya bukan hendak berbicara tentang kacaunya negara Indonesia akibat kekurangtoleransian rakyatnya, tapi saya akan berbicara hal lain, keluarga saya.

Sebagai keluarga yang berkepala keluarga anak pertama dan beribu rumah tangga anak pertama juga, tidaklah heran bahwa kakak tertua saya adalah anak pertama kami, yaitu saya dan saudara-saudara kandung saya, adalah cucu-cucu tertua di keluarga besar, terutama di keluarga dari ayah saya (di keluarga ibu, ada 2 orang sepupu yang lebih tua dari saya). Sebagai cucu-cucu tertua, kami harus memberi contoh yang baik kepada sepupu-sepupu kami dengan budi pekerti yang luhur. Salah satunya adalah sikap toleransi.

Rupa-rupanya, sikap tersebut ternyata sudah tumbuh dari rumah, dalam hal makan-dimakan. Setiap makanan tersaji, entah atas perintah siapa, seenak apapun makanannya, seingin apapun kami memakannya, maka biasanya pasti ada saja 1 atau 2 buah tersisa di piring. Sebagai contoh, ayam bakar, kita semua pasti suka ayam bakar, apalagi kalo pedes-pedes gitu, dinikmati dengan segelas jus jeruk, di bawah sinar matahari yang tidak terlalu menyengat, nyummy nyummy banget pasti. Oke, kembali ke ayam bakar itu, mau sebanyak apapun ayam bakar yang disajikan, pasti ada sisa 1 atau 2 potong yang tidak termakan (yang pada akhirnya akan dimakan juga, tapi beberapa hari setelah dibuat). Saya merasa, ini sikap toleransi yang luar biasa, mungkin dalam benak kami-kami ini "kasihan yang lain mungkin ingin, jadi gak saya makan deh", meski sebenernya adalah "ntar kalo ngabisin disuruh nyuci piringnya, males ah".

Bukan hanya dalam masalah makanan yang diambil, tapi juga makanan yang dimakan, entah kenapa tiap kali makan, pasti rata-rata menyisakan makanan yang enak di akhir, pemikiran bagusnya, "siapa tahu ada yang kepengen, kan saya bisa berbagi", tapi ya, you know lah yang benernya gimana.

Lebih jauh, orang yang rajin bersikap toleransi adalah orang yang toleran. Toleran ini sifat anak yang manis, anak manis jangan dicium, karena kalau dicium, pipinya akan memerah. Sekian.

7.3.12

Menabung ayo kita menabung... emas...

Sesuai yang saya janjikan (dua hari yang lalu, di plurk), saya akan menulis hari ini (harusnya dua hari yang lalu)…

Berhubung pernah ada permintaan untuk menuliskan tentang menabung emas sebagai investasi jangka panjang, maka saya akan menuliskannya deh… Disclaimer: tidak ada proses promosi sama sekali dalam blog ini

Menabung emas, sesuatu yang diidam-idamkan semua manusia tidak seperti menabung uang di bank, perlu pertimbangan yang lebih cermat. Tiada mungkin kita menabung semua harta yang kita miliki dalam bentuk emas, karena tidak bisa diuangkan dengan sangat cepat (meski mungkin bisa diuangkan dengan cepat), tetap perlu ada uang dalam bentuk tabungan di bank atau uang cash yang bisa diambil sewaktu-waktu, dalam jumlah yang cukup (menurut beberapa sumber sih, pastikan ada uang sekitar 20-30% penghasilan bulanan dalam tabungan kita).

Setelah mengecek-ngecek beberapa tempat yang menjual emas (secara online), akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada dinar yang merupakan emas 4.25 gram 22 karat, di geraidinar. Beberapa alasan saya memilih dinar, dan lebih jauhnya, geraidinar, dibandingkan emas adalah:

  1. Selisih nilai jual dan nilai beli yang masih masuk akal. Emas, dengan variasi massa dari 1 gram sampai 1000 gram, memiliki selisih nilai jual dan beli yang bervariasi pula. Pembelian emas dalam pecahan kecil (1 gram) akan menyebabkan selisih ini cukup besar (bisa sampai 10%), sedangkan pembelian dalam jumlah sangat besar dapat meminimalkan selisih ini (bisa serendah 0.1%). Dinar (di geraidinar) berada di tengah-tengah keduanya, selisih nilai jual dan nilai beli sekitar 4%.
  2. Biaya cetak. Dari sekitar 10 situs tempat penjualan emas, semuanya memberikan biaya tambahan untuk penjualan emas (atau pembelian, jika dilihat dari sisi konsumen), biaya ini pun akan hilang (tidak dihitung lagi) saat emas itu sudah jadi. Sehingga selisih nilai jual dan nilai beli masih harus ditambahkan oleh biaya cetak ini. Lain halnya dengan geraidinar, dengan biaya cetak akan selalu dimasukkan di nilai dinar itu sendiri.
  3. Keterpusatan. Setelah memutuskan akhirnya memilih dinar instead of emas, saya perhatikan bahwa semua situs penjual dinar ini ujung-ujungnya bermuara ke geraidinar, alias semua dinarnya dibuat di geraidinar juga.
  4. Tingkat kepercayaan. Selain dapat rekomendasi dari teman saya yang menjadi direktur suitmedia (sekaligus penabung di geraidinar juga), pemilik geraidinar ini juga masih merupakan saudara dari mantan direktur suitmedia, yang sekarang menjadi direktur bukalapak.
  5. Kemudahan (dan keuntungan) menjual (dari sisi konsumen). Menjual emas, walau kabarnya gampang, tetap perlu usaha, yang tiada sedikit (kecuali jika koneksinya sudah banyak mungkin). Menjual dinar di geraidinar (walau saya belum pernah) akan jauh lebih mudah. Tinggal titipkan dinarnya ke geraidinar, maka mereka akan menjual ke calon konsumen berikutnya dengan harga 1% kurang dari nilai jual mereka, sejauh ini saya selalu melihat dinar 1% less (istilah untuk dinar dengan harga 1% kurang ini) laku dalam waktu kurang dari 48 jam. Uang yang akan kita peroleh (sebagai penjual sebenarnya) adalah nilai tengah dinar (jadi pihak geraidinar juga mendapat untung 1%), dan di sinilah letak "keuntungannya", karena kita masih akan memperoleh uang 2% lebih daripada nilai beli emas.
  6. Bagi hasil. Jika kita cukup percaya (termasuk saya), tidak usah ambil dinar kita terlebih dahulu, biarkan pihak geraidinar menyimpannya, lumayan ada bagi hasilnya, walau tidak terlalu besar
Akan tetapi, dengan segala alasan itu, tetap perlu diperhatikan bahwa menabung dinar (atau emas, pada umumnya) bukanlah tipe menabung cepat (hari ini beli besok jual, bahkan sebaiknya selisih waktu beli dan jual > 1 tahun), jadi ingat-ingat untuk selalu menyimpan uang siap-ambil. Dan satu lagi, menabung emas (atau dinar, pada khususnya, capek ya dibolak-balik segala) jangan dijadikan sumber penghasilan utama, jangan pernah. Tetaplah bekerja (berdagang misalnya), karena umumnya tetap jauh-jauh lebih menguntungkan. Sekian info seputar dinar dan emas ini, semoga berguna :)

3.1.12

Have you ever been trapped in a bathroom?

Not to be proud, but I have… How was the story? First, let's back to Indonesian since my English isn't that good… (if there's anyone want to read the English version [like there is], contact me)

Jadi begini kejadiannya, kejadian ini terjadi pada tahun 2009 atau 2010 (agak lupa persisnya) di asrama dulu di Portugal. Sebelumnya saya gambarkan sekilas tentang kamar dan kamar mandi di asrama tersebut. Kamar yang saya tempati adalah kamar untuk satu orang, hanya kamar mandinya saja yang shared. Posisi kamar mandinya pun agak aneh (untuk shared bathroom), ia terletak di antara dua kamar penggunanya, jadi kamar mandi tersebut memiliki dua pintu, masing-masing terhubung dengan kamar para penggunanya. Karena sistem kamar mandi yang seperti ini, TIDAK DIMUNGKINKAN mengunci kamar mandi dari dalam, karena itu bisa berbahaya bagi pengguna satu lagi, andaikan saya pengguna A dan saya mengunci pintu yang menghubungkan kamar si pengguna B dan kamar mandi, kemudian saya lupa membuka kuncinya, maka si B tidak akan bisa masuk kamar mandi selama-lamanya! *berlebihan sih*. Akan tetapi, pintu ini bisa dibuka dari kamar masing-masing, supaya sang tetangga tidak bisa masuk kamarnya itu.

Sistem tersebut sedikit banyak membuat agak risih, alasannya simple, sewaktu si A sedang di kamar mandi, bisa saja si B tiba-tiba masuk! Cara yang biasanya saya lakukan untuk "memastikan" bahwa bathroommate (istilah yang jelek kayanya, artinya ambigu pula) saya tidak masuk kamar mandi adalah:
1. Mandi
2. Menyalakan keran wastafel (dilakukan dalam SEMUA kondisi pada saat tidak mandi)

dan Alhamdulillah, sampai saya selesai menjalani kehidupan di Portugal, tidak pernah rekan di sebelah itu masuk kamar mandi saat saya sedang berada di dalamnya. Lebih jauh, dari sekitar 10 bulan saya di sana, hanya sekitar 2 bulan saja kamar di sebelah saya itu terisi (jadi serasa punya kamar mandi sendiri).

Oke, kembali ke inti cerita, saat itu kamar mandi sudah serasa milik pribadi, baru 2-3 hari sebelumnya penghuni kamar sebelumnya pergi, dia hanya ke Portugal untuk sebuah training selama seminggu, lumayan tiap ada penghuni baru, kamar mandi pun dibersihkan :D Saat itu, saya berencana cuci tangan dan mandi (baru selesai makan), maka pergilah saya ke kamar mandi *serasa jauh*. Kemudian entah kenapa, saya dengan begonya mengunci pintu kamar saya dan menutup pintu tersebut. MAMPUSLAH SAYA! Namun, karena tangan kotor, saya pun tetap mencuci tangan. Waktu itu yang ada di benak saya adalah "noooo, bisa-bisa harus ngejebol pintu, berapa ya kira-kira harga pintu? bisa-bisa abis ini duit beasiswa" (entah kenapa kepikiran duit aja). Kemudian menyesal karena telah bergembira sang tetangga kamar udah tiada di sana, kan bisa gedor-gedor minta dibukakan pintu kamar mandi olehnya. Huhuhu…

Kemudian, sebuah ide terpikirkan, ide cemerlang (gak cemerlang-cemerlang banget sih), yaitu mencoba membuka pintu yang menghubungkan ke kamar tetangga, dan ternyata sang pintu tiada terkunci!!! Terima kasih wahai tetangga, meski saya lupa siapa namamu, tapi dimanapun engkau berada, semoga amal engkau diterima! Setelahnya saya pun keluar dari kamar tersebut (sempat kepikiran untuk menggunakan si kamar tetangga jika ada tamu yang datang, kan lumayan kamar gratis :P), menuju satpam di lantai atas tanpa mengenakan alas kaki, menceritakan hal tersebut ke satpam (syukurlah satpam yang ada di sana itu yang bisa bahasa inggris saat itu) dan berhasil kembali ke kamar… Setelah itu benar-benar melanjutkan dengan mandi, sesuai yang direncanakan pada awalnya.

Malamnya, saya bercerita kepada Héctor, rekan saya di sana, tentang hal itu, dia bilang "it could be worse if you were me, Zakka. I never wear clothes if I want to go taking a bath". Syukurlah saya bukan dia…

PS: Ada cerita saya kekurung di kamar yang lain waktu di Portugal juga (saya ini waktu di Portugal kok doyan ama ya kekurung :P), tapi di post yang lain aja deh, capek nulisnya…

PS2: Maaf buat yang udah request isi postingan yang lain, lain kali juga ya :D