25.7.25

Cerita "seru" di bandara Changi

Been a very very long time not writing here. Supaya bisa melatih sedikit kemampuan menulis, saya coba ceritakan pengalaman saya baru-baru ini di bandara Changi, Singapura. Pengalaman yang unik yang sepertinya bahkan belum pernah dialami oleh para petugas yang sempat terlibat kasus ini.

Tulisan ini akan agak panjang, karena saya coba buat secara runut, tapi saya selipkan beberapa opini atau fakta tambahan yang terkait dengan kondisi yang saya alami. Bagi yang tidak punya waktu luang banyak, silakan baca TL;DR di bawah ini saja.

TL;DR

Saya hampir saja harus mengorbankan beberapa oleh-oleh yang saya beli dari Singapura, karena oleh-oleh itu berupa liquid (tepatnya semi-liquid) dan saya lupa untuk memasukkan barang-barang tersebut sebagai bagian dari checked-in baggage, yang mengakibatkan barang-barang tersebut hampir pasti harus dibuang saat melewati security check, karena berukuran lebih dari 100ml.

Tentunya tidak sesederhana itu, tapi untuk tahu cerita detilnya, kudu baca cerita panjangnya di bawah ini.

Long Story


Cerita Awal

Jadi kebetulan hari Selasa 22 Juli - Kamis 24 Juli kemarin saya main-main ke Singapura. Tujuannya untuk menonton pertandingan Arsenal vs AC Milan secara langsung. Kisah bagian itunya tidak penting. Setelah dua hari berjalan-jalan, kulineran, belanja-belanja, sempat bersilaturahmi dengan sepupu dan teman IMO di Singapura, dan pastinya menonton pertandingan tersebut, akhirnya pada hari Kamis pagi, saya dan teman saya (Destya), berencana pulang ke Indonesia. Dan disinilah keseruannya akan dimulai, tepatnya setelah sampai di bandara.

Jadwal penerbangan kami adalah 14.45 dari terminal 4, dan bahkan kami sudah memiliki electronic boarding pass jadi tidak perlu check-in lagi, meski tetap harus melakukan drop baggage untuk koper yg kami bawa. Kami berpikir untuk melihat-lihat dulu Jewel yang sudah sangat tersohor dengan Rain Vortex-nya, sehingga kami memutuskan untuk berangkat agak awal, dan memang kami berhasil sampai di Jewel sekitar jam 11.10. Setelah dari hotel menaiki MRT, kemudian dilanjutkan dengan menaiki bus sampai terminal 1 Changi, karena Jewel memang terletak bersebelahan dengan terminal tersebut.

Awal Mula Masalah

Setelah mengelilingi Jewel yg ternyata hanya memakan tidak lebih dari 20 menit, kami memutuskan untuk segera ke terminal 4. Bertanyalah kami kepada petugas (1), di mana letak menaiki shuttle bus yang menghubungkan terminal 1 dengan terminal 4, kata petugasnya itu bisa dilakukan di dalam, di dekat pintu C21. Berjalanlah kami ke sana, melakukan scan paspor untuk kemudian berjalan ke area shuttle bus tersebut.

Di tempat duduk untuk menunggu shuttle bus itulah, saya merasa ada yang salah, tapi kami keburu dipanggil untuk menaiki bis yang akan membawa kami ke T4.

Menaiki Shuttle Bus Menuju T4

Saya sangat tidak tenang karena teringat bahwa seharusnya check-in dan baggage drop dilakukan SEBELUM kontrol imigrasi, dan kami belum sempat melakukan baggage drop karena memang tidak mungkin melakukan itu di terminal yang berbeda, yg ternyata tidak sepenuhnya benar, karena ternyata di Jewel ada fasilitas untuk melakukan check-in untuk maskapai yang berpartisipasi, sampai dengan 3 jam sebelum keberangkatan.

Saya sampaikan lah kekhawatiran tersebut ke Destya, rupanya dia cukup tenang karena memang tidak membawa liquid yang lebih dari 100ml sama sekali.

Kekhawatiran Menjadi Nyata

Apa yang saya khawatirkan benar! Sesampainya kami ke terminal 4, kelanjutan yang bisa kami lakukan hanya 3, yaitu:
  1. Melewati pengecekan security, di tahapan ini biasanya barang-barang cair dengan ukuran > 100ml, termasuk beberapa barang yang saya baru beli di Singapura, akan diambil dan dibuang, and I knew that. Ini jalur yang paling umum dilakukan orang yang menggunakan bus yang kami naiki
  2. Melewati imigrasi kedatangan menuju Singapura. Ini jalur yang dilakukan oleh penumpang baru mendarat dan ingin memasuki negara Singapura dari T4. Bukan jalur yang umum dipakai penumpang shuttle bus tersebut, walau mungkin saja ada seseorang yang mendarat di T2, misalnya, kemudian ingin memasuki Singapura dari T4, untuk alasan apapun.
  3. Mengantri shuttle bus kembali untuk ke T1, T2, atau T3, tapi tidak ada gunanya karena toh saya tetap akan berada di airside* dari bandara Changi ini.
Untuk ilustrasi, saya coba jelaskan sedikit tentang airside dan landside dari bandara Changi (tidak menggambarkan peta Changi yang sebenarnya, tentu saja).

Pembagian Airside dan Landside di Bandara Changi

Setiap bandara biasanya memiliki bagian landside (LS) dan airside (AS). Pada gambar tersebut, LS adalah bagian berwarna hijau, sedangkan AS adalah bagian berwarna biru. Secara umum, pemisah antara LS dan AS adalah pengecekan imigrasi atau pengecekan security (tergantung yang mana terlebih dahulu di bandara tersebut). Untuk kasus bandara Changi, batas LS dan AS adalah pengecekan imigrasi. LS adalah bagian publik, dapat diakses siapapun termasuk yang tidak memiliki boarding pass, sedangkan AS adalah bagian yang khusus untuk penumpang dengan boarding pass. Biasanya perpindahan penumpang dari LS ke AS terjadi saat kita mau bepergian, dan perpindahan penumpang dari AS ke LS terjadi saat kita sampai di tujuan.

Nah, pada kasus (1) di atas, kami sedang berada di area LS T1, kemudian kami melewati imigrasi di T1 sehingga masuk ke AS T1, setelah itu kami naik shuttle bus yang hanya memindahkan kami dari AS T1 ke AS T4. Masalahnya, untuk melakukan baggage drop, saya harus menuju ke ke LS T4 (lokasi check-in maskapai), yang tidak mungkin saya lakukan karena untuk bisa berpindah dari AS ke LS, saya harus berada pada kondisi datang ke Changi di hari itu.

Bantuan Staf Changi Airport

Di sinilah saya bingung. Destya langsung memilih untuk mengambil opsi pertama, walau sebenarnya dia pun membayar lebih untuk membeli jatah checked-in baggage. Saya belum mau menyerah, berhubung saat sampai di AS T4 itu sekitar jam 12.00, kami masih punya waktu sekitar 2 jam sampai waktu boarding. Dua jam ini seharusnya jadi waktu keliling-keliling duty free, belanja, makan siang, dan solat, tapi saya pikir "Nothing to lose deh, kalopun barang-barang ini nggak bisa dibawa ke Indonesia, yang penting usaha dulu. Separah-parahnya barangnya terpaksa diambil saat pengecekan security dan harus dibuang."

Percobaan pertama, saya datangi petugas imigrasi yg "nongkrong" di dekat auto-gate. Saya ceritakanlah kasus yang saya alami, saya sampaikan lah kondisinya.
"So, I came from the city to the terminal 1, because I wanted to see Jewel. However I can't checkin my baggage because my flight is here in T4 instead of T1. After that, I needed to go here because my flight will be from here. Then, I asked some officer in T1, where can I get the shuttle bus to T4, he answered that I could take it inside, near gate C21. I just realized when I took the shuttle bus that I already inside the passenger-only area, and I haven't checked-in my baggage, and now I can't go to the checkin area. I also don't want to go thru the security area because they will throw some of my items here, since I have liquids in my suitcase. Do you have any solution for my situation?"

Redaksinya nggak persis gitu, dan memang si petugas harus klarifikasi beberapa poin karena mungkin bahasa Inggris saya yang kurang jelas atau pas-pasan. Haha. Dia pun bingung karena untuk bisa melewati imigrasi, saya harus sudah punya kartu kedatangan (digital), tapi saya nggak bisa punya itu karena saya tidak mendarat di Singapura hari itu. Huft.

Karena sepertinya buntu, dia pun membawa saya ke petugas informasi di area tersebut. Saya ceritakan ulang kondisi di atas. Seperti ada harapan, karena dia beberapa kali tektokan dengan petugas lain (yg sepertinya ada di sisi LS) via telepon dan Whatsapp, dan saya menunggu cukup lama, sampai sekitar jam 1 siang. Sampai akhirnya dia bilang "You can go through the immigration gate" yang saya jawab "But I don't have the arrival card," kemudian dia bilang "You can fill it with your previous flight when you came here, just use today as the date of the arrival." Agak bahagia, setelah mengucapkan terima kasih, langsung lah saya coba isi si arrival card, kemudian segera menuju pintu tersebut.

Pintu pertama: Scan paspor dan pengecekan arrival card, lolos. Lewatlah saya ke pintu kedua.
Pintu kedua: Gagal! Tulisan di layarnya menunjukkan bahwa saya harus menunggu officer untuk menjemput dan memproses lebih lanjut. Huft.

Tampilan Dua Pintu Imigrasi, src: https://www.todayonline.com/singapore/95percent-arrivals-changi-automated-lanes-early-2024-ica-2157826

Kali ini, saya dibawa ke petugas imigrasi yang kelihatannya punya posisi lebih tinggi (manager?), saya ceritakan ulang semuanya dan saya sampaikan tambahkan informasi kepadanya bahwa penerbangan saya adalah pada pukul 2.45pm (sekitar 1 jam 30 menit lagi), dan seharusnya saya boarding pada pukul 2.05pm (tinggal 50 menit lagi). Tidak lupa saya bilang bahwa "If it's not possible, I am willing to throw these things away to be able to past the security check, rather than not able to take the flight."


Finally, Berhasil Lewat!

Si manager, setelah mengumpulkan data saya (nomor paspor, jadwal penerbangan, dll) meminta saya duduk (di area yang diisi orang-orang "bermasalah" yang tidak bisa masuk ke Singapura, haha). Setelah call sana sini, sekitar 10 menit kemudian dia bilang mendatangi saya dan bilang: "An Air Asia staff will accompany you exiting this area to the checkin desk. After that you can entering the secure zone back." Mendengar itu saya sangat hepi dan segera mengabarkan kondisi terkini ke Destya, sambil bertanya lokasi beberapa store di dalam T4 yang memang mau saya datangi, salah satunya tentu saja Irvin's.

Sekitar 5 menit kemudian seorang staf Air Asia datang, setelah itu saya harus melakukan clearance dengan mengambil foto dan sidik jari lagi untuk masuk ke Singapura. Ditemani si staf Air Asia menuju ke meja check-in, kemudian berjalan cepat untuk kembali melewati area imigrasi Singapura, saya ingat sekali saya berhasil melewati area imigrasi pukul 1.30pm, selesai berbelanja semua barang yang saya mau di duty-free pada pukul 1.45pm, dan selesai makan laksa halal yang cukup enak pada pukul 2.05pm (yang seharusnya jadi waktu boarding saya).

Selesai makan, saya lihat papan pengumuman, penerbangan saya diundur menjadi pukul 3.00pm (mundur 15 menit dari seharusnya). Karena ada extra time, akhirnya saya memutuskan untuk menjamak sholat dulu di area yang disediakan untuk beribadah. Lastly, saya berhasil mengisi botol air dan sampai di pintu keberangkatan penerbangan saya sekitar pukul 2.30pm. Proses boarding berjalan lancar dan saya sudah duduk di kursi pesawat saya sekitar pukul 2.50pm.

Apa Saja yang Salah

Sebagai post-mortem dari kejadian tersebut, mari kita coba lihat hal-hal yang mungkin bisa dilakukan sehingga kejadian di atas tidak terjadi:
  • Cari tahu lebih jauh. Seandainya saya tahu bahwa di Jewel bisa melakukan baggage drop untuk penerbangan Air Asia sampai dengan 3 jam sebelum keberangkatan, saya akan melakukannya di sana. Bahkan saya tidak perlu menggeret-geret si koper saat keliling Jewel.
  • Bertanya dengan konteks yang lengkap dan ke orang yang lebih tepat. Saat kami bertanya tempat untuk menaiki shuttle bus ke T4, si petugas melihat bahwa koper kami berdua kecil (20" atau 22" jika saya tidak salah) sehingga mungkin dia mengira bahwa koper tersebut adalah koper yang akan dibawa ke kabin (tidak perlu di-checkin-kan). Kami tidak menginfokan itu saat bertanya. Seandainya menginfokan, atau memang bertanya ke bagian informasi, kemungkinan kami akan diarahkan ke shuttle bus yang menghubungkan LS T1 dengan LS T4, bukan AS T1 dengan AS T4.
  • Seumur-umur, saya belum pernah membawa oleh-oleh yg mengandung cairan dari Singapura, baru kemarin itu sekali-kalinya. Hanya saja saya bosan dengan barang yang itu-itu saja. Not really sure if this was a mistake or not, tapi mungkin menghindari kejadian seperti yang kami alami adalah alasan banyak orang Indonesia ujung-ujungnya hanya membeli coklat, Irvin's, Garrett, dan benda-benda padat lainnya dari Singapura.
  • Adanya perbedaan urut-urutan di bandara Changi dengan beberapa negara lainnya, seperti pada gambar di bawah ini. Seandainya urutan pemeriksaan di bandara Changi sama dengan model di Heathrow, maka saya akan menyadari lebih awal bahwa saya tidak boleh masuk ke AS T1 karena kemungkinan saat ketahuan saya membawa cairan, saya akan kembali untuk mencari cara menuju LS T4. Anyway, ini bukan kesalahan siapa-siapa sih, pasti ada pro-cons untuk setiap model di bawah.
Perbedaan urutan di beberapa bandara


Akhir kata...

Alhamdulillah, semua terlewati dengan baik, saya berhasil...
  1. Membawa semua barang yang saya beli di Singapura.
  2. Membeli barang yang memang saya mau di area duty-free.
  3. Makan sebelum menaiki pesawat
  4. Sholat sebelum menaiki pesawat
  5. Melewati bandara Changi tanpa masalah keamanan apapun (sempat sedikit khawatir karena ada usaha masuk area passenger-only, untuk kemudian keluar lagi).
  6. ... Yang terpenting, tetap naik pesawat yang seharusnya saya naiki
Tidak lupa terima kasih kepada semua petugas di bandara Changi yang menurut saya sudah bekerja extra-mile hanya untuk membantu satu orang seperti saya, "cuma" dengan tujuan oleh-olehnya tidak harus dibuang. Nggak yakin apa yang bisa saya lakukan jika kejadian serupa terjadi di negara lain, ataupun di negara besar.

19.4.24

Cara Melakukan Pencairan Saldo JHT - BPJS Ketenagakerjaan

Wow, sudah 10 tahun sejak terakhir saya menulis di blog ini. Saya mencoba menghidupkan lagi deh. Berhubung ini tulisan pertama setelah 10 tahun, saya coba tulis hal yang ringan dan singkat dulu.

Ok, jadi saya baru-baru ini mengundurkan dari perusahaan saya terakhir. Dan untuk kali ini saya nggak ngoyo untuk segera dapat pekerjaan baru lagi, karena sebenarnya secara finansial, saya sudah mencapai fase financial freedom, alias penghasilan pasif sudah mencukupi kebutuhan hidup saya.

Nah, berhubung fase "berhenti kerja" kali ini cukup lama, saya memutuskan untuk mencairkan uang saldo saya di JHT (Jaminan Hari Tua) - BPJS Ketenagakerjaan, lumayan jumlahnya hampir 7 kali gaji terakhir saya.

Ternyata langkah-langkahnya cukup mudah:

  1. Kunjungi https://lapakasik.bpjsketenagakerjaan.go.id/
  2. Mengisi data yang dibutuhkan (pastikan bahwa sudah resign > 1 bulan, alias status BPJSTK-nya sudah tidak aktif)
  3. Menunggu sampai waktu wawancara
  4. Melakukan wawancara (via whatsapp)
  5. Menerima kabar bahwa proses pencairan valid dan tinggal menunggu transfer
Waktu yang dibutuhkan berapa lama? Ini pasti tidak bisa persis sama ya, tapi utk kasus saya seperti ini:
  • Pengisian formulir lapakasik
  • Jadwal wawancara - 15 hari setelah tahap di atas
  • Wawancara - di hari yg sama seperti tahap di atas, hanya jamnya cukup meleset (dijanjikan jam 1 siang, ternyata baru ditelpon jam 4 sore)
    • Akan diminta foto semua paklaring dan video call selama 10-20 detik saja
  • Uang masuk ke rekening - 3 hari setelah tahap di atas
Beberapa catatan yang penting:
  1. Paling pertama dan utama, pastikan kamu menyimpan SEMUA paklaring dari semua perusahaan tempat kamu bekerja. Paklaring adalah surat keterangan bahwa kamu pernah bekerja di perusahaan tersebut yang setidaknya harus mencakup data berikut ini: Nama lengkap, Posisi, Waktu Bekerja.
  2. Sebelum call via whatsapp, si pewawancara akan mengirimkan WA konfirmasi (sekitar 10 menit sebelumnya), pastikan bahwa di hari wawancara kamu cukup aktif mengecek WA ya.
That's all, semoga diperlancar prosesnya!

2.3.14

Remote Working, How?

Udah hampir setahun nggak nge-blog... Terakhir nge-blog saya baru gabung dengan perusahaan startup-nya temen-temen angkatan saya sendiri, who are Zaky, Fajrin, dan Nugroho. Setahun di sini, banyak hal yang saya pelajari, banyak hal yang harus saya akui saya tertinggal.

Belum terlalu lama yang lalu, saya membaca buku berjudul Remote. Pengarangnya adalah pendiri Basecamp yang mungkin sudah sangat terkenal. Selain buku itu, ia juga mengarang buku lainnya berjudul Rework, kedua buku itu sangat bagus dan sangat saya rekomendasikan untuk dibaca.

Oke, kembali ke buku Remote ini. Poin-poin yang menarik dari buku tersebut yang saya garisbawahi adalah:

  • Konsep remote yang pernah saya pahami itu salah besar. Remote tidak berarti harus bekerja dari rumah, remote bisa juga dilakukan di kafe, di taman, di perpustakaan atau di manapun yang kita mau. Satu hal yang pasti, bedakan suasana saat sedang kerja remote dengan saat bersantai di rumah. Jangan pernah kerja remote di kasur, di depan TV, ataupun di dapur. Bahkan bukan tidak mungkin remote dilakukan di rumah, tapi dengan menggunakan pakaian yang rapi, jas, dan bersepatu.
  • Permasalahan utama pekerja remote bukanlah underwork, tapi justru overwork. Ini yang selama ini sering ditakutkan manajer atau bos di perusahaan. Mereka tidak percaya pada karyawan atau bawahannya. Lucunya, kalau dari awal tidak percaya, kenapa mereka harus direkrut?
  • Kerja remote justru memperlihatkan siapa yang kerja dengan benar dan siapa yang tidak. Kerja di kantor (on-site) justru bisa dibilang lebih "aman". Datang tepat waktu, pulang tepat waktu, berlaku baik bagi sesama, bersosialisasi sewajarnya, maka bisa dibilang posisi kita cukup aman. Kerja remote benar-benar mengubah konsep kerja seperti itu. Orang yang kerja bagus dan tidak akan lebih mudah terlihat dengan kerja remote itu.
  • Kerja remote harus diberikan kepada seluruh karyawan (yang mungkin melakukan kerja remote). Jangan hanya berikan privilege tersebut kepada, katakanlah, karyawan senior, manajer, atau orang-orang tertentu. Karena sikap setengah-setengah seperti ini justru merupakan blunder yang luar biasa.
So, untuk para pemilik perusahaan di luar sana, beranikah Anda memperkerjakan karyawan Anda secare remote (full-time)?

29.3.13

Membudayakan kebaikan

Sering saat kita mendengar istilah luar negeri, terutama negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Jerman, Prancis, Belanda, atau bahkan Singapura, yang pertama terlintas dalam benak adalah kemajuan teknologi, kemajuan gaya hidup, segalanya serba otomatis, peran manusia dikurangi menjadi sesedikit mungkin, dan lain sebagainya. 

Saya tidak menyalahkan pendapat tersebut, karena mungkin sebagian besar pendapat tersebut benar, hanya saja menurut saya ada satu hal yang lebih perlu dicermati, dan dilaksanakan, untuk menjadi negara yang maju atau setidaknya menjadi negara yang mau maju, yaitu kebiasaan untuk berbuat baik. Ini saya rasakan sendiri dan saya jadi bingung sendiri, bukannya katanya budaya ramah itu budayanya orang timur dan sebaliknya, orang barat dikenal dengan individualismenya? 

Ada beberapa hal yang menurut saya pantas untuk dicermati: 

Mengucapkan terima kasih
Sesuatu yang mudah, tapi akan terasa sangat menyejukkan bagi yang menerimanya. Mulai dari hal-hal kecil, misalnya petugas kereta api setelah memeriksa tiket mengucapkan terima kasih, orang dikasih lewat jalan duluan juga mengucapkan terima kasih, atau bahkan orang diberikan pesanan makanan juga mengucapkan terima kasih ke pelayannya, meskipun itu memang tugas si pelayannya. Betapa indahnya jika kita membiasakan mengucapkan terima kasih ke orang lain.

Menahankan pintu otomatis
Pintu otomatis yang saya maksud adalah pintu-pintu yang setelah terbuka langsung otomatis tertutup lagi, seperti pintu yang menggunakan per/pegas ataupun pintu lift. Untuk yang kedua mungkin si orang yang mau masuk lift bisa menekan tombol duluan supaya pintunya tidak tertutup, pun kalau tertutup efeknya tidak terlalu buruk. Tapi untuk pintu yang setelah dibuka langsung "memantul" menutup kembali, sungguh cukup mengganggu orang berikutnya yang melewati, karena bebannya lebih berat (apalagi jika dia melewati pintu melawan arah pantulan si pintu), alangkah enaknya jika sang pintu sudah ditahankan orang yang lebih dulu lewat, dan pasti lebih indah jika disambung dengan hal yang saya tulis pertama, orang yang ditahankan langsung mengucapkan terima kasih. Indahnya dunia :)

Berjalan di satu sisi atau membuka jalan
Pernah terburu-buru? Bayangkan betapa menjengkelkannya jika kita terburu-buru berjalan menuju bioskop, katakanlah, kemudian masuk mall, sudah ingin berlari saja karena filmnya hampir dimulai, tiba-tiba di depan kita ada 4 orang ngobrol dengan riangnya, ngakak-ngakak, berjalan sangat lambat, dan parahnya, menutup semua area jalan! Kasus yang sama jika kita naik eskalator, dua orang di depan kita berdiri berdampingan, padahal kita terburu-buru. Untuk kasus kedua, di beberapa negara bahkan sudah ada semacam peraturan tidak tertulis, jika naik eskalatornya santai, berdiri, di sisi kiri, jika ingin berjalan di sisi kanan. Kan enak tuh, gak ada yang jadi terlambat nonton bioskop lagi :) 

Ya itu aja sih yang saya ingin tuliskan di sini. Kebiasaan-kebiasaan baik itu juga menentukan seberapa majunya suatu negara, karena kebiasaan pribadi dapat membentuk kebiasaan golongan, kebiasaan golongan dapat membentuk kebiasaan masyarakat, dan kebiasaan masyarakat yang telah 'hidup' cukup lama dapat menjadi kebudayaan masyarakat tersebut. Jadi mari membudayakan kebaikan :)

25.11.12

Mushola di Mall Bandung (I)

Mushola, atau Mushala, atau Musola, atau Mushalla, yang manapun itu, yang jelas ia adalah tempat solat serupa mesjid dengan ukuran lebih mini. Tidak seperti mesjid, mushola umumnya tidak memiliki gedung tersendiri, itupun karena adanya kebutuhan pengunjung atau pegawai di gedung tempat mushola itu berada untuk menunaikan ibadah shalat.

Pada tulisan ini, saya akan membahas beberapa mushola yang terletak di mall-mall di kota Bandung yang pernah saya kunjungi (mushola-nya, bukan mall-nya), berikut penilaian pribadi dari saya, yaitu lokasi (termasuk kemudahan akses), ukuran (relatif terhadap keramaian tempat), kenyamanan, dan kebersihan. Urutan penulisan ini semata-mata alphabetic-based, bukan berdasarkan keinginan pribadi atau orang lain atau hasil bayaran (kaya bakal ada yang mau bayar aja untuk hal gini). Oke mari kita mulai…

Bandung Electronic Center (BEC)
Mushola BEC terletak di basement, di area tempat parkir. Untuk yang perempuan terletak 1 lantai di bawah lantai terdasar toko-toko di BEC, sedangkan untuk yang laki-laki terletak 2 lantai di bawahnya lagi.

  • Lokasi: 4.5, awalnya nilainya adalah 5.5, akan tetapi karena untuk mencapai tempat ini harus naik lift (yang hampir selalu penuh) atau jalan kaki (yang sungguh berbahaya karena bersama kendaraan), saya menurunkan nilainya.
  • Ukuran: Jika semua orang solat sendiri di dalamnya, tempat ini mampu menampung sekitar 20 orang, tapi untuk solat berjamaah, idealnya tempat ini hanya menampung sekitar 16 orang, dengan asumsi ukuran untuk mushola perempuan sama besarnya dan dengan tingginya animo masyarakat di BEC ini, saya beri nilai 4.5.
  • Kenyamanan: 3, PANAS, SUMPEK, BERISIK, dan kawan-kawannya. Berhubung ada toilet di dekatnya, saya naikkan nilainya, seharusnya 2.
  • Kebersihan: Sajadah yang jorok, lantai yang basah, dan area yang kotor (karena di dekatnya banyak mobil berseliweran), saya beri nilai 2.5 untuk lokasi wudhu dan solat yang terpisah.
  • Total: 3.5

Bandung Indah Plaza (BIP)
Mushola BIP dahulu terletak di area parkir juga, tapi sekarang sudah dipindahkan ke lantai teratas (lantai 3).

  • Lokasi: 9.5, letaknya yang di dalam gedung memudahkan untuk hampir semua orang mendatanginya, hanya saja karena ia terletak di lantai puncak (bukan di lantai tengah), saya harus memotong 0.5
  • Ukuran: 10, seberapapun banyak jamaah solat, saya yakin tidak akan ada sistem kloter akibat harus menunggu di mushola ini.
  • Kenyamanan: 9.5, suasana yang cukup sejuk walau hanya ditemani kipas angin. Sayangnya ada beberapa nilai minus, yang pertama, area wudhu yang kurang luas, terutama setelah satu studio bioskop selesai penayangannya, antrian dapat menjadi cukup panjang (10-15 orang). Yang kedua, tidak adanya toilet, membuat orang harus ke toilet lain dulu sebelum berwudhu. Nilai bonus lagi untuk adanya petugas mushola yang setia melayani kita setiap saat setiap waktu (berlebihan sih)
  • Kebersihan: 9.5. Hampir sempurna, kekurangan hanya terdapat di tempat wudhu dan di area lepas/pasang alas kaki.
  • Total: 9.8

Braga City Walk (BCW)
Baru kemarin saya ke BCW, jadi masih sangat segar di ingatan. Mushola perempuan terletak di B1, sedangkan mushola laki-laki terletak di B2. Keduanya terletak persis di depan lift.
  • Lokasi: 5.5. Saya tidak bisa memberi nilai lokasi tinggi untuk mushola yang berada di basement. Walau begitu, mushola ini cukup mudah dijangkau dengan lift ataupun menggunakan tangga darurat. Nilai minusnya, liftnya terkadang penuh (walau tidak seramai di BEC) dan tangga daruratnya agak kotor.
  • Ukuran: 8.2. Walau ukurannya kecil (menampung sekitar 20-25 orang per mushola), tetapi berhubung tidak terlalu banyak pengunjung di mall ini, saya berani memberi nilai ini.
  • Kenyamanan: 8. Selain tempatnya yang agak panas, tidak ada masalah sama sekali. Toilet tersedia dekat, tempat wudhu cukup luas.
  • Kebersihan: 8. Tidak ada masalah besar pada tempat solat ini, hanya saja bau-bauan asap rokok kadang tercium, berhubung tempatnya yang memang di area yang dibolehkan merokok
  • Total: 7.5

Karena tulisan ini sudah cukup panjang sepertinya, saya akan beri penilaian untuk mushola di Ciwalk, Gramedia, PVJ, dan TSM pada tulisan berikutnya :)